Di Antara Dua Hati

Marion D'rossi
Chapter #3

BAGIAN II (2)

Sepulang sekolah, aku memasuki ruangan kosong ber-AC. Di sana, Bu Sri, guru yang selalu baik padaku, menunggu. Aku sudah berjanji memberikan jawaban kepadanya mengenai tawarannya beberapa waktu lalu—untuk bergabung dalam program khusus Teknologi Informatika. Walau aku sedikit ahli dan menyukai dunia teknologi, aku merasa belum saatnya terlibat dalam hal-hal yang akan menyita pikiranku lebih jauh. Apalagi, aku tahu beban pikirannya akan sangat berat.

“Jadi, bagaimana keputusanmu, Anak Rio?” Bu Sri bertanya dengan tatapan harap yang jelas terlihat.

Aku menunduk, tidak mampu bertemu pandangnya. “Maaf, Bu. Saat ini saya belum bisa menerima tawaran Ibu. Sekali lagi, maaf,” jawabku dengan suara pelan.

Bu Sri mendesah pelan mendengar jawabanku yang jauh dari harapan. “Baiklah kalau begitu. Kalau kamu berubah pikiran, kamu bisa langsung ngomong sama ibu, ya,” katanya dengan pandangan yang penuh kekecewaan.

Aku segera berdiri dan pamit, “Saya permisi,” lalu keluar dari ruangan Bu Sri.

Perasaan bersalah menghampiriku. Kenapa aku merasa begitu? Karena telah membuat keputusan yang mengecewakan orang lain? Atau karena aku merasa tidak punya motivasi untuk menerima tawaran itu? Apa yang sebenarnya aku inginkan? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalaku saat aku melangkah menuju parkiran sekolah.

Di sana, sepeda merah kesayanganku tertindih sepeda-sepeda lainnya. Sial, sekarang sepeda itu lecet. Aku segera menungganginya dan keluar dari gerbang sekolah. Ketika melewati gerbang sekolah di sisi timur, mataku tertuju pada sosok gadis yang tampak familiar. Rambut hitam bergelombangnya tak salah lagi, itu Kalisa. Aku berhenti tepat di belakangnya, dan ia belum menyadari kehadiranku. Kalisa terlihat sedang menunggu seseorang, mungkin ayahnya yang akan menjemputnya.

“Kalisa!” panggilku, memberanikan diri.

Kalisa menoleh terkejut, matanya membesar. “Rio?!” serunya, lalu meneliti diriku. “Lho, kamu belum pulang?”

“Iya ... tadi aku ada sedikit urusan,” jawabku sambil turun dari sepeda.

“Oh, gitu. Sekarang kamu mau ke mana?” tanya Kalisa.

“Tadinya mau pulang, tapi setelah lihat kamu, aku jadi mau nyamperin,” jawabku tanpa sadar mengungkapkan yang sebenarnya. Rasanya seperti aku bukan diriku yang biasanya merasa canggung dengan lawan jenis.

Kalisa tersenyum malu, pipinya memerah. Ia menunduk sebentar sebelum bertanya, “Rumah kamu di mana?”

“Rumahku nggak jauh dari sini. Ngomong-ngomong, kamu pulang sama siapa?”

“Aku lagi nunggu dijemput. Tapi sampai sekarang nggak datang-datang,” jawab Kalisa, keningnya mengernyit.

Tiba-tiba, dengan wajah memerah, Kalisa berkata, “A-aku ... bisa pulang sama kamu?” Dia tertunduk malu. Aku tahu, ekspresinya yang seperti itu membuatku tak bisa menolak. Tak ada seorang pun yang bisa menolak gadis seanggun Kalisa saat ia menunjukkan sisi malu-malu seperti itu.

“Bo-boleh. Tapi ... sepedaku nggak punya boncengan.” Aku merasa sedikit canggung mengungkapkan itu, menyadari betapa tidak biasa situasi ini bagiku.

“Di depan ... nggak bisa?” tanya Kalisa sambil menunjuk bagian depan sepeda, dekat dengan kemudi.

“Di de-depan?!” Aku nyaris terkejut. Tak percaya pertanyaan yang baru saja terlontar dari gadis cantik dan populer seperti Kalisa. Ini benar-benar ide yang gila. Aku takut hidupku akan berubah jadi kisah komedi romantis yang tak terduga.

Setelah menyadari reaksiku, wajah Kalisa memerah. Dia tampak malu.

“Kalau gitu, gimana kalau kita jalan bareng aja?” saran Kalisa dengan suara pelan, mencoba mengalihkan suasana.

“Ide bagus. Ayo, jalan!” Aku langsung setuju, merasa lebih nyaman dengan opsi itu.

Kami berjalan beriringan, pikiranku mulai melayang tentang berbagai kemungkinan romantis yang bisa terjadi. Tapi tiba-tiba, Kalisa memecah lamunanku.

“Setiap hari kamu selalu sendiri, ya?” tanyanya, sambil terus melangkah.

“I-iya. Apa boleh buat. Dari semester awal, aku emang nggak punya teman yang akrab sama aku,” jawabku jujur.

“Terus kenapa nggak ngajak teman-teman di kelas kamu berteman?” Kalisa bertanya lagi, tampak penasaran.

Lihat selengkapnya