Di Antara Dua Hati

Marion D'rossi
Chapter #11

BAGIAN VI (1)

“Seiring berlalunya waktu, kebersamaan kita jadi benih-benih penumbuh cinta. Sejuta senyum dan air mata yang kita lalui, tak akan membuatku berpaling dari cintamu.”

 

 

Satu setengah tahun sudah berlalu sejak aku dan Clara resmi jadi sepasang kekasih. Tak pernah terpikirkan sebelumnya, kini aku bisa menjadi milik sosok gadis perhatian seperti dia. Dalam perjalanan waktu itu, kami sudah menciptakan kenangan-kenangan indah, tak terhitung banyaknya tawa dan air mata, yang kini terukir dalam ingatan jangka panjang.

Kini, aku sudah duduk di bangku kelas 12 SMA. Setengah tahun lagi, masa putih abu-abuku akan berakhir, dan aku tahu waktuku di sini akan segera berakhir. Aku pun sudah merencanakan masa depanku, memikirkan dengan matang apa yang ingin kuraih, dan alasan-alasan yang mendasari mimpiku yang ingin digapai.

Pagi ini, aku tak lagi berangkat sekolah seorang diri. Sejak hari pertama kami resmi bersama, aku selalu menjemput Clara di rumahnya. Kami berboncengan menuju sekolah, rasanya seperti film-film romantis yang sering kutonton. Memang, terkesan begitu.

“Maaf lama. Aku bangun kesiangan,” ucap Clara sambil mendekat, dengan wajah sedikit bersalah, saat aku sudah berdiri menunggu di depan gerbang hijau rumahnya.

“Nggak apa-apa, kok. Aku juga sering telat kalau jemput kamu,” jawabku santai.

“Benar juga, sih. Paling sering malah. Gara-gara kamu, aku jadi dicap nggak disiplin sama Bu Yuni.” Clara tertawa kecil, lalu naik ke boncengan sepeda kesayanganku, si Merah.

“Iya, iya. Semuanya gara-gara aku, deh,” balasku sambil tersenyum, “Kamu udah siap?”

“Siap, Komandan!” jawab Clara dengan suara ceria, tapi tak lama kemudian, dia terkikik pelan.

Kami tiba di sekolah sekitar lima menit sebelum gerbang ditutup. Clara langsung melangkah menuju kelasnya, sementara aku memarkirkan si Merah dengan hati-hati. Kami berdua sengaja menjaga hubungan tetap rahasia di sekolah ini. Tidak banyak yang tahu, tapi satu orang sudah pasti tahu. Bu Yuni, guru tercantik di SMA Negeri 2 Mataram, tampaknya sudah menduga kami punya hubungan spesial.

Saat melintas di depan ruang konseling, mataku menangkap sosok Bu Yuni yang sedang berdiri tegap, menatap dengan penuh perhatian ke arah lapangan basket. Seperti biasa, dia mengamati para siswa yang datang pagi itu, berlalu-lalang dengan semangat memulai hari mereka.

"Rio!" panggil Bu Yuni dengan senyum khasnya, sambil melambaikan tangan ke arahku.

Aku langsung menoleh, memberi jawaban dengan suara ringan, "Iya, Bu?"

"Pacaran itu seharusnya saling bergandeng tangan dan berjalan bersama. Tidak seperti kalian yang selalu menjaga jarak," ujar Bu Yuni sambil menatapku, seolah memberi sindiran ringan.

Sebenarnya, itu bukan hal baru. Setiap pagi, Bu Yuni memang selalu memberikan komentar yang sama, seolah ingin menggoda kami. Aku hanya bisa tersenyum, menyadari bahwa dia sengaja bermain-main.

"Itu lagi, itu lagi. Saya udah bosan dengarnya, Bu," jawabku sambil mendengkus ringan, kemudian melanjutkan langkahku menuju kelas, berusaha tak terlalu memikirkan kata-katanya.

 

-II-

 

Jam istirahat tiba, dan aku pun menuju tempat favoritku setelah membeli beberapa roti dan minuman dari kantin. Dari kejauhan, aku melihat sosok gadis yang sedang duduk dengan posisi tubuh menopang dagu, tampak menunggu seseorang dengan ekspresi wajah yang penuh kebosanan.

"Lara?!" seruku.

"Datang juga nih anak. Aku udah nunggu dari tadi, tahu!" jawab Clara dengan sedikit cemberut.

"Eh, dari mana kamu tahu kalau aku mau ke sini?" tanyaku sambil duduk di samping Clara yang sedang duduk di anak tangga bekas musala.

"Tahulah! Aku ‘kan, pacar kamu," jawabnya sambil tersenyum manis.

"Aduh, kalau ditanya, jawabnya selalu kayak gitu. Coba deh jawab yang lebih logis." Aku berkelakar.

"Iya, dong!" Clara tersenyum lebih lebar lagi, semakin mengembang.

"Hmm." Aku mendengkus, agak malas. "Kamu beli apa saja, sih?" tanyaku, melirik kantong plastik hitam yang dipegang Clara.

"Ini, ada roti bakar. Terus ada makanan ringan. Terus, ada minuman dingin," jawab Clara sambil mengeluarkan isi kantong plastiknya satu per satu.

"Sama, dong!" ujarku, sambil langsung mengambil sepotong roti bakar dengan selai cokelat yang ada di tangannya.

Setiap kali jam istirahat, aku sering menghabiskan waktu dengan Clara, kekasihku yang sudah bersama selama satu setengah tahun ini. Kami selalu berbagi suka dan duka, melewati segala tantangan dalam hubungan kami. Clara adalah sosok yang sangat pengertian, perhatian, dan tentunya tidak egois. Kami selalu berdiskusi ketika ada masalah, sekecil apa pun itu, yang datang dalam hubungan kami. Karena itu, hubungan kami bisa bertahan sampai sekarang.

"Oh, iya. Kamu udah ngerjain tugas fisika belum?" Clara bertanya sambil mengunyah.

"Belum. Kenapa emangnya?" jawabku.

"Aku juga belum. Besok ‘kan, tugasnya mau dikumpulin. Gimana kalau sepulang sekolah nanti kita kerjain bareng-bareng?" usul Clara dengan wajah yang penuh antusias.

"Yuk, boleh. Tapi ... di mana? Di rumah aku lagi?" tanyaku sambil mengangkat alis.

"Iya. Emang kenapa? Oh, jadi kamu keberatan kalau aku sering-sering ke rumah kamu?" Clara bertanya, berhenti mengunyah dan mengernyitkan dahi.

"Sama sekali nggak, kok. Kamu bisa ke rumah aku kapan pun kamu mau," jawabku cepat.

Clara hanya tersenyum penuh arti, matanya sedikit menyipit, lalu melanjutkan kunyahannya yang masih tersisa.

"Oh, iya! Setelah lulus SMA nanti, kamu mau lanjut ke mana kira-kira?"

“Mau tahu?” balasku dengan nada menggoda, pura-pura tidak berniat memberi jawaban.

Lihat selengkapnya