Jakarta, September 2009
Di tengah orang-orang yang berlalu lalang, sepasang manusia sedang duduk sebangku. Berjarak hanya satu meter satu sama lain. Sudah setengah jam mereka bertemu, sudah selama itu pula mereka bungkam setelah saling menyapa. Ada kecanggungan tak biasa setelah selama ini mereka terbiasa bersama. Mungkin mereka saling menunggu membuka percakapan, tapi malah terjebak dalam keheningan sendiri.
Sebentar lagi.
Ketika bandara Soekarno-Hatta ini semakin padat. Ketika langit teduh telah menyelimuti kota sejak dua jam yang lalu. Hati mereka pun semakin khawatir dengan waktu yang terus berjalan tanpa bisa dimohon-mohon untuk berhenti. Bergantian, mereka melihat jam tangan mereka. Berharap setengah jam yang baru saja terlewati bisa kembali dan mereka bisa saling berbicara lebih banyak.
“Pesawatmu berangkat jam berapa, Alya?” Yang laki-laki akhirnya membuka percakapan. Itupun untuk memastikan apakah dia punya banyak waktu untuk berbicara.
“Kurang dari sejam lagi, Kak.” Yang perempuan menjawab lega, lalu tersenyum tanggung. Kiranya, dia harus menunggu hingga pesawatnya beberapa menit akan lepas landas hanya untuk mendengar laki-laki itu berbicara lagi atau pertemuannya akanlah sebatas saling sapa tanpa ada satu patah katapun penutupnya.
Mereka sama-sama menghela napas panjang. Jantung semakin berdebar kencang, sementara rasa sesak mulai menyelinap. Empat puluh menit hanya sebentar. Waktu pun terus berjalan.