Canberra, April 2010
Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang maka Allah timpakan ke atas kamu pedihnya sebuah pengharapan, supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain Dia. Maka Allah menghalangimu dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepada-Nya. ― Imam Syafi’i
Kutipan itu dirasa amat menyakitkan. Gilang membenarkan isinya karena pedihnya pengharapan telah menggerogoti hatinya sejak satu bulan lebih yang lalu. Berkali-kali dia sungguh menyesal telah mengirimi Alya sebuah pesan. Tak terpikir olehnya, dia akan sangat mengharapkan balasan dari perempuan yang telah ia cintai nyaris empat tahun itu hingga sekarang. Tak pernah terbayangkan sebelumnya, dia akan rajin membuka email pribadinya hanya untuk mengecek pesan masuk.
Gilang menghela napas panjang untuk ke sekian kalinya sembari membuka email. Untuk saat ini, cinta menjadi tidak terkecap manis oleh hatinya. Jika saja harapan itu kecil bahkan tidak ada, mungkin kini ia dapat menyimpan senyuman lega untuk menyambut esok pagi dengan hati yang lapang.
Sesibuk apa kamu di sana, Alya?
Untuk ke sekian kalinya lagi di setiap malam sejak pengiriman pesan itu, Gilang hampir selalu menutup laptopnya dengan berat hati. Ada yang kurang. Ada yang menghilang. Hingga akhirnya, tepat hari ini, laki-laki yang sudah berambut lebih dari satu sentimeter itu memutuskan untuk berhenti membuka emailnya kembali di esok hari. Dia harus merelakannya pergi. Merelakan hatinya yang penuh harap untuk bungkam. Adalah kenyataan pahit bahwa dia dengannya sudah memiliki kehidupan yang teramat jauh.
Ya Allah, jika memang dia bukan jodoh hamba, buatlah hati hamba menerima kehendak-Mu dengan hati selapang-lapangnya, pinta Gilang di akhir shalat istikharahnya malam ini. Aamiin.
Bukankah kita memang seharusnya begitu? Hanya berharap kepada-Nya. Hanya meminta cinta kepada-Nya. Dialah Allah Tuhan Semesta Alam. Dialah Yang Maha Pemberi Cinta. Biarlah Allah yang mencintai kita karena cinta-Nya selalu melebihi dari cinta-cinta yang dijanjikan manusia. Maka, cintailah Allah melebihi dari cinta-cinta yang kita janjikan pada dunia.
Akhirnya, berhari-hari Gilang pun menahan diri untuk membuka email pribadinya. Janji yang dicetuskannya dalam hati itu sesekali ingin ia ingkari. Tapi tidak. Ada kalanya hati tak harus dituruti. Dia benar-benar sudah lelah menumpuk harapan dengan berujung keraguan. Selamat tinggal, Alya. Semoga kamu selalu baik-baik saja.