London, Juli 2010
Akhirnya tepat dua minggu setelah pernyataan keseriusan kakaknya Nayomi, Alya membulatkan pilihannya. Tak peduli apakah awalnya dia menyukai Farren atau tidak. Kali ini pilihannya tidak akan berubah hanya karena masa lalu. Hatinya sudah mantap bahwa: Dengan siapapun, cinta bisa datang kemudian karena-Nya.
Farren sungguh tak menyangka ketika mendengar keputusan Alya. Hatinya tak berhenti mengucap syukur. Alhamdulillah. Ini kabar bahagia, berita besar untuk keluarganya. Maka hari ini dia pun meminta semua anggota keluarga berkumpul sehabis shalat Maghrib. Alya juga ikut. Dia duduk di sebelah Nayomi. Entah kenapa, mukanya kini mulai memerah merona.
“Assalamu’alaikum. I’m sorry for gathering you all in a sudden. I just wanna tell you very good news. Jadi―” Farren mengambil jeda sejenak. Sedetik dia melihat wajah perempuan yang akan ia nikahi. Tersenyum. “―Mama, Daddy. Alhamdulillah, saya sudah menemukan calon pendamping hidup saya. Nayomi sudah tahu akan hal ini. InsyaAllah, perempuan ini juga baik dan sholeh. And Alhamdulillah, she has accepted me.”
“Who is that woman, Farren?” tanya Pak Tomy penasaran.
“Alya. Her name is Alya Harsana.”
Dalam sekejap semua pandangan langsung tertuju pada perempuan yang baru disebut namanya. Alya dengan wajahnya yang semakin merah hanya tersenyum membalas semua tatapan itu. Terlihat pipinya melekuk menyimpul lesung pipit.
“Pilihan kamu tepat, Farren,” ujar Bu Diana sembari mengangguk-angguk.
“Ya Allah. Kita akan jadi saudara, Al!” Nayomi memeluk erat Alya yang duduk di sampingnya.
“Iya, InsyaAllah, Nay.” Alya membalas pelukan sahabatnya. Lantas matanya tiba-tiba terasa hangat. Berkaca-kaca.
“Oh iya, Dad, rencananya saya akan menikahi Alya tahun ini setelah dia lulus. So I think I will postpone my doctoral study. Untuk penundaan yang sekarang, saya akan urus langsung ke sana, sekalian bertemu calon promotor. Juga menemani Alya untuk konferensi. Dan InsyaAllah, saya akan ke rumah Alya dulu sebelum pulang ke sini,” tambah Farren amat jelas.
“By the way, berhubung aku nggak bisa ikut, terus awasi Alya di sana ya, Bang. Jangan sampai dia tersesat lagi,” ucap Nayomi dengan penekanan suara di akhir.
Seketika buncah tawa terlepas ringan di ruang tengah. Alya sebagai objek hanya bisa menyeringai. Tersipu malu.
“Okay, actually I have very good news too,” ujar Pak Tomy ketika istrinya melangkah pergi ke kamarnya. “Look who is coming,” lanjutnya beberapa menit kemudian sewaktu Bu Diana kembali muncul di ruang tengah.
“Mama?” Farren langsung berdiri melihat ibunya sendiri. Matanya berbinar-binar mendapati sesuatu yang saat ini menutupi rambut ibunya. Begitupun dengan Nayomi dan Alya. Tanpa sadar mereka menyunggingkan seulas senyum.
Tak lama Farren berjalan mendekat. Lalu mencium tangan Bu Diana dengan lembut. Alhamdulillah, Alhamdulillah, gumamnya dalam hati. Terima kasih Ya Allah.
“Maafkan Mama ya. Hadiah kerudung dari Farren baru dipakai sekarang. Semoga Mama konsisten memakainya. Doakan ya.”
Kata-kata itu membuat anak-anaknya tak kuasa menahan air mata. Keduanya pun memeluk Bu Diana dengan hati yang tak berhenti mengucap syukur. Alya yang melihatnya ikut terharu. Alhamdulillah. Allahu Akbar.