Di Antara Ribuan Jeda

Ghoziyah Haitan Rachman
Chapter #31

Pengalih Mimpi

Jakarta – Bandung, Januari 2011

Banyak jalan menuju Roma. Ada banyak cara untuk meraih harapan.

Pepatah lama yang diucapkan Bu Rita beberapa bulan lalu terbukti benar. Salah satu mimpi terbesar Gilang mulai menemui titik terang. Walau tak sesuai yang direncanakan, setidaknya dia bisa mengabdi pada Indonesia dengan cara berbeda. Ya, kali ini dia ikut serta dalam pengerjaan proyek-proyek ayahnya yang berhubungan dengan pemerintahan. Khususnya di bidang perekonomian dan pendidikan. Dengan langkah inilah akhirnya dia banyak belajar tentang negara yang dulu diabaikannya. Semua birokrasi yang tak pernah mau disentuhnya, kini mau tak mau menjadi perhatiannya.

Barangkali memang begitulah awal yang paling tepat untuk mengeksekusi mimpinya membangun pusat industri penelitian di negeri ini. Mengenal dan beradaptasi lebih dulu dengan lingkungan negara yang katanya luar biasa menyeramkan―hasut menghasut dimana-mana, korupsi merajalela, ada penguasa yang suka menjatuhkan, peraturan bisa dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Dari sini akan terlihat bahwa kekuasaan amat sanggup membutakan manusia. Maka kita yang mau mengabdi pada bangsa harus bersiap menghadapinya, karena mungkin kita akan bersinggungan dengan lingkaran penguasa. Di arena inilah banyak topeng-topeng bertebaran. Kita tak tahu mana kawan mana lawan. Jika pendirian goyah sedikit saja, bisa jadi pengabdian kita sia-sia.

Gilang menghela napas panjang. Buku kecil berwarna cokelat yang dari tadi ia baca ditaruh kembali ke ransel laptopnya. Tak lama terdengar pengumuman tujuan stasiun selanjutnya. Dia pun bangkit dari duduknya. Mendekati pintu kereta.

Meski kuliah doktormu gagal, paling tidak perjalananmu di benua kangguru menumbuhkan cinta pada tanah air ini, Lang.

Pukul 17.54 WIB. Kereta komuter rute Bekasi tiba di stasiun Kramat. Gilang bergegas keluar. Kemudian berjalan kaki sejauh satu kilometer menuju apartemen yang ayahnya beli tiga tahun lalu. Di saat hampir sampai, sekali dia mendongak menatap langit senja yang semakin mengoranye dengan gumpalan-gumpalan awan mengudara di atap bumi. Matahari sebentar lagi tenggelam, bersembunyi di bawah garis cakrawala. Adzan Maghrib dalam hitungan menit akan segera berkumandang.

Walau capek, anak bungsu Pak Andri itu tetap berangkat ke mesjid terdekat. Bahkan usai shalat Maghrib berjamaah, dia mengaji dulu sampai waktu Isya, lantas ikut shalat berjamaah lagi. Sesudahnya baru pulang. Kini bagi Gilang, selelah apapun tubuhnya, beribadah kepada-Nya tetap tak boleh lelah. Sebab Sang Maha Pengasih telah memberinya kesempatan kedua untuk hidup, untuk bertaubat. Alhamdulillah.

Setiba di apartemen, Gilang pun langsung menghempaskan tubuhnya ke kasur. Terpikir kembali olehnya urusan tadi siang di Kementrian Pendidikan. Dia harus mewakili Pak Andri untuk ikut evaluasi proyek beliau terkait laboratorium. Bagaimana jalannya sub-sub proyek, bagaimana setiap pertanggungjawaban yang diminta di awal, bagaimana kesesuaian realitas proses kerja dengan ekspektasi capaian. Semua itu berhasil ia presentasikan sendiri di depan para asesor proyek. Meskipun beberapa fitur belum sempurna, tak apa. Syukurnya hari ini belum evaluasi akhir. Kesempatan tim untuk memperbaiki masih ada.

Tak lama terdengar dering ponsel tanda telepon masuk. Gilang pun bangkit mengangkatnya. Seketika seuntai senyum menghiasi wajahnya.

“Assalamu’alaikum, Bim!” salamnya antusias.

“Wa’alaikumsalam, Lang. How are you doing there? Everything is better now, right?” Bima juga sama antusiasnya.

Alhamdulillah, I’m doing well here, Bim. Sekarang, saya ikut proyek sama ayah saya di pemerintahan. Kasusnya lebih realistis dibanding waktu kuliah. Ya, semoga saja ini langkah awal yang baik. Mohon doanya ya, Bim. Then, how about you? How about Putri?

Alhamdulillah, semoga semuanya lancar terus ya, Lang. Tapi tetap loh, jangan lupa nikah. That’s the point,” canda Bima sambil terkekeh. Membuat raut wajah sahabatnya sekejap berubah. “Oh iya, InsyaAllah, I’m getting married with Putri next month. Saya minta doanya yang banyak ya, Lang. Soalnya kamu juga nggak bisa datang kan,” lanjutnya sedikit kecewa.

Alhamdulillah, akhirnya jadi juga sama Putri. Salam ke dia ya. Pokoknya doa yang terbaik untuk kalian berdua. Dan kalau soal datang, mohon maklum ya, Bim. Jangankan datang ke pernikahanmu, saya saja nggak bisa pamit langsung ke Profesor Anderson. By the way, Aldi dan yang lain bagaimana kabarnya?”

They are fine. Flyn dan John sedang sibuk tesis. Aldi baru lulus bulan lalu. Katanya, dia mau lanjut doktor di sini mulai pertengahan tahun ini, Lang.” Bima berhenti sejenak.

Lihat selengkapnya