Di Antara Rumah yang Kosong

Imajiner
Chapter #14

Chapter XIII: Mereka Ada, Mereka Nyata

Hari ini gue ada di rumah Rachel. Buat kalian yang bertanya kenapa gue bisa ada di sini, gue disuruh orang tuanya untuk menemani Rachel selama kurang lebih tiga hari. Papa dan mamanya sedang ada urusan, papanya pergi ke rumah kakaknya lantaran kakaknya sedang sakit, sedangkan mamanya harus menghadiri diklat kantor.

Kenapa Rachel nggak ikut aja? Rachel di rumah karena dia sedang melaksanakan Ujian akhir semesternya. Karena itulah ia tidak mau ikut pergi karena ingin fokus belajar. Dia langsung meminta gue untuk menemaninya, karena elo semua tahu, Rachel masih memiliki rasa parnonya dan rasa parno itu menular ke gue semenjak kejadian Andri.

Buat elo semua yang mau tahu bagaimana kisah Andri selanjutnya, gue hanya menyampaikan secara garis besarnya saja karena gue juga tahu ini dari Mang Rojak yang menurut gue cerita itu bener-bener di luar nalar.

Setelah kejadian malam itu, Andri langsung menghilang dari Kost. Kata Mang Rojak, Andri pergi pas siang hari, tepat gue lagi kuliah, Andri bahkan membawa serta kopernya. Mang Rojak bilang, kalau Andri akan tinggal sementara di kost temannya yang gue enggak tahu di mana itu lokasinya. Dia hanya pamit ke Mang Rojak dan sama sekali nggak pamit ke gue. Bahkan gue chat dan telepon aja nggak pernah dia balas dan angkat.

Dengan kejadian yang sebenarnya gue enggak lihat secara langsung itu, gue menyimpulkan bahwa Andri melihat sesuatu dan menyembunyikannya dari gue. Rasa parno gue benar-benar terkumpul, bahkan di rumah Rachel ini perasaan gue masih enggak enak.

"Dini, kamu tahu soal ini?"

Rachel menunjukkan lembar soal matematika hitungan aljabar. Gue merasa masih sanggup dan ingat tentang soal beginian.

"Oh, ini gini Chel. Elo hitung yang ini dulu, terus yang ini elo tambah." jawab gue sambil menunjukkan cara-caranya ke Rachel.

"Oh begitu. Hebat ya kakak masih hafal." gumam Rachel.

"Ya soalnya tes saringan masuk universitas gue ada soal model ginian juga Chel."

"Oh begitu kak, pantesan ya."

"Elo manggil-manggil kakak mulu dah." ketus gue.

Rachel hanya tersenyum membalas ucapan gue sambil melanjutkan belajar malamnya. Sedangkan gue masih terpaku dengan drama Korea di laptop gue. Kalau boleh jujur, gue nonton drama ini enggak lain dan enggak bukan untuk menghilangkan rasa keparnoan gue di rumah Rachel ini.

"Eh Chel, elo dingin gak sih?" tanya gue ke Rachel.

"Dingin sih Din, tapi kan aku udah biasa."

Kamar Rachel ini mempunyai dua lubang ventilasi yang langsung menghadap keluar rumah. Walaupun ukuran lubangnya kecil, tapi bagi gue ketika angin malam datang berhembus dan langsung masuk ke dalam lubang ventilasi membuat gue langsung kedinginan. Apalagi gue orangnya beseran kalau dingin.

"Duh nggak tahan gue, gue ke toilet dulu lah ya."

Gue langsung pause drama korea di laptop gue, Rachel hanya membalas dengan anggukan. lalu melanjutkan mengerjakan soal.

Gue menutup pintu kamar Rachel dan berjalan menuju toilet. Jarak toilet dari kamar Rachel tidaklah jauh, tapi rasa parno yang ada di diri gue membuat semuanya seakan berbeda. Sialan emang, gara-gara si Andri juga nih.

Sesampainya di toilet, gue langsung menutup pintu dan melakukan apa yang harus dilakukan. Ternyata lubang ventilasi di toilet ini jauh lebih besar dari ventilasi kamar Rachel, sehingga terasa hembusan angin malam yang kencang dan pada akhirnya.. 

"Bau apaan nih?"

Gue mencium bau-bau nggak sedap sepersekian detik, lalu bau tersebut berubah menjadi bau lain yang langsung membuat buluk kuduk gue merinding.

"Sekarang.. Ba.. Ba.. Bau, melati."

Dengan cepat gue menaikkan celana lalu menyiram kloset dan lari terbirit-birit ke kamar Rachel lalu menguncinya. Rachel sontak kaget melihat gue dengan raut mukanya yang bingung.

"Kakak kenapa?"

"Chel.. Bau toilet elo Chel.."

"Bau apa kak?"

"Bau busuk Chel, sama bau mel.. melati."

Raut wajah Rachel seketika berubah dan nampak panik persis kayak gue.

"Ma.. Masa kak?"

"Iya Chel, gue serius. Elo nggak lihat gue keringat dingin gini?"

Rachel menatap gue sambil berkata,

"Rachel pernah menciumnya juga sih kak, tapi bukan di toilet."

"Ya Tuhan Chel, gue jadi merinding." ujar gue yang terus berdiri menggerutu karena kejadian tadi.

"Tenang kak, tenang. Rileks dulu. Minum ini kak."

Rachel menyodorkan segelas air putih yang tersimpan di meja dan menyuruh gue untuk minum. Gue lihat Rachel masihlah lebih tenang dan enggak gelagapan kayak gue. Apa mungkin dia udah biasa ya digangguin seperti ini?

***

Dini hari tepat pukul satu pagi gue masih belum bisa tidur karena memikirkan hal tadi. Sedangkan gue lihat Rachel sudah tertidur pulas dengan sepasang headset ditelinganya. Gue dan dia beda tempat tidur karena tempat tidur di sini twin bed, jadi kami tidur terpisah tapi tetap bersebelahan.

Lihat selengkapnya