Bu Nina sedang serius mengajari teman-teman sekelas kami pelajaran ekonomi, saat kami mengetuk pintu dan memberi salam.
“Masuk.” Kata Bu Nina.
Aku mendorong Imdad agar masuk lebih dulu ke dalam kelas tapi Imdad tidak mau dan berbalik memaksaku, perang kecil-kecilan berlangsung sesaat sampai aku berhasil mendorongnya masuk dan memperlihatkan mukanya ke dalam kelas.
“Hehe..Assalamu`alaikum, bu.” Kata Imdad sambil tersenyum manis, sayangnya bagi semua orang di kelasku itu tidak ada manisnya sama sekali.
“Ooh, ini jagoan kita sudah datang.” Kata Bu Nina.
Bu Nina mendekati Imdad, melirik ke arahku yang masih bersembunyi di balik pintu.
“Itu jagoan yang satu lagi cepetan masuk, jangan bersembunyi di balik pintu.”
“Hehehe.” Aku masuk dengan muka cengengesan seperti orang yang malu karena baru saja kentut di kelas.
Kami berdua di giring ke depan kelas sementara mereka, para pria dan wanita yang sering di sebut teman kelas kami itu meneriaki,”Huuuu.”
Betapa malunya aku saat itu, kuharap Imdad juga merasakan hal yang sama jika tidak, kuyakin dia bukan manusia, mungkin sejenis Alien seperti Clark Kent—Superman. Hanya bedanya Superman badannya sangat tebal sehingga pelurupun tak mampu menggores kulitnya, sedang Imdad mukanyalah yang sangat tebal sehingga teriakan anak-anak kelas tak mampu menggores urat malunya.
“Di depan kalian ini adalah jagoan-jagoan sekolah kita yang baru saja sukses menjebol pertahanan depan Pak Mus dan Pak Rus.” Bu Nina yang berselera humor bagus itu memang suka bercanda dengan kami semua, tapi kali ini kupikir selera humornya tidak begitu bagus.
“Beri tepuk tangan yang keras buat mereka.” Tambah Bu Nina. Serentak anak-anak kelas kami itu manut dan bertepuk tangan. Aku hanya menundukkan kepala karena malu, sedang Imdad mengangkat tangannya dengan gaya presiden Donald Trump saat baru saja naik ke atas balkon sebelum berpidato.
Aku melirik ke arah mereka yang memberi applause kepada kami itu, aku melihat mereka semua terkekeh. Beberapa siswi bahkan tertawa sambil berbisik-bisik dengan teman sebelahnya, pasti mereka sedang mengomentari aku dan Imdad. Mungkin mereka yang berbisik disana bilang,”Agus keren banget ya hari ini, Agus hebat bisa mengalahkan pertahanan Pak Mus yang terkenal kuat.” Aah, aku ingin sekali berharap begitu tapi rasanya itu hal yang mustahil.
Aku menggeser pandanganku dan menemukan seorang siswi dengan kerudung putih yang tersenyum manis, saat itu tak sengaja kami bertatapan mata. Aku tersenyum lalu dia tertawa sambil menutupi dengan tangannya, dan memindahkan pandangannya kepada Sari, teman sebangkunya. Tak kusadari saking malu dan gregetannya, aku tak sadar sudah terkekeh sambil memukul-mukul papan tulis di belakangku.
“Gus, ngapain?” Tanya Imdad melongo melihat sikapku.
“Heh?” Aku tersadar dan... Kembali diam menundukkan kepalaku.