-10-
Gemericik air dari wastafel yang terbuka.
“Kalau kaca bisa pecah ...”
Letupan-letupan minyak panas di atas penggorengan.
“Kayu juga bisa patah ...”
Entakan pisau yang beradu dengan talenan.
“Tapi cintaku ka nyai tak akan bisa berubah,” entakan pisau terhenti, disusul air wastafel yang sunyi, “sampai tua cintaku tak akan musnah ...”
Telinga Damar Dalu berjengit. Sejemang lalu ia kehilangan arah. Tak tahu harus berjalan ke mana untuk sampai ke dapur. Namun, suara-suara nyaring Sumi yang tengah bernyanyi, berhasil membawa Damar Dalu tiba di dapur dengan senyum terkembang di bibir.
Gadis itu terhenti di depan pintu dapur. Hidung terkembang menghidu aroma wangi beraneka hidangan.
“Kujual baju celana. Itu semua demi nyai. Aku kerja jadi kuli demi nyai!” suara nyaring Sumi semakin terdengar sumbang ketika mencapai nada tinggi.
Damar Dalu melihat perempuan berjarik lasem itu tengah merajang sesuatu sambil terus bersenandung, “walaupun Madonna cantik, Merylin Monroe juga cantik ...”
“Tetapi bagiku lebih cantik Nyai ...” Damar Dalu turut menyambung lirik. Ia berdiri di belakang Sumi dengan senyum kecil tersungging.
Perempuan berpanggul besar itu terkejut dan menjatuhkan pisau pemotong bawangnya ke lantai.
“Maaf, saya tidak bermaksud membuat kekacauan. Apa Anda terluka?” Damar Dalu mencoba mengambil pisau itu dari lantai.
Kini Sumi menyenggol talenan yang penuh dengan rajangan bawang. Dapur benar-benar menjadi berantakan. Damar dalu semakin merasa bersalah. Sigap ia mengambil sapu untuk membersihkan.
Lepas dari keterkejutan, Sumi merebut sapu di tangan Damar Dalu.
Gadis itu merasa semakin bersalah, “maafkan kelancangan saya.”
“Tidak, Ndoro! Jangan begitu. Ini tugas saya,” wajah Sumi pucat kesi.
Sumi berlari kecil mengambil sebuah bangku kayu. Menggiring Damar Dalu agar duduk di sana.
“Ndoro ajeng butuh apa?”
Damar Dalu merasa kikuk. “Panggil saja Dalu. Saya kan hanya pekerja di sini,” gadis itu menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya dengan kikuk.
Sumi menggeleng. Bibirnya setengah terbuka.
“Aku butuh jus tomat dengan sedikit wortel!” Damar Dalu mempercepat perbincangan mereka.
Sumi bergegas menyiapkan bahan dan peralatan untuk membuat jus. Ia melupakan ikan di atas wajan panas. Aroma hangus mulai menguar. Damar Dalu segera bangkit dan meniriskan ikan dari penggorengan.
Sumi semakin kelabakan. “Jangan Ndoro!”
“Apa aku berbuat kesalahan lagi?”
Sumi benar-benar dibuat kebingungan.
“Baiklah, aku tidak akan mengganggumu di dapur. Hanya cukup beritahu aku bagaimana cara membuat jus tomat itu. Akan kukerjakan sendiri sisanya.”