Jam sepuluh lebih lima menit, sebelum ke Magelang, Budhe ingin mampir dulu ke Lawang Sewu Semarang, mengingat moment dulu sewaktu masih muda.
Seketika itu Budhe yang lagi syik berfoto bersama keluarganya, sehingga lupa akan sosok diriku, maklum lah anak-anak nya baru pulang, libur kuliah, sebagai obat penawar rindunya Budhe.
Dan.... Aku masih menjadi detektif cintanya Arief Rachman Magribi, salut aku dengannya ke mana-mana, pakai sarung, padahal ini acara bebas, di luar jam pondok. Tapi tak apalah itu yang membuatku semakin mengaguminya.
Tuturnya yang santun, wajahnya yang teselip akan senyuman bak semanis gula Jawa.
Langkahnya tiba-tiba terhenti di warung dekat Lawang Sewu,
"Loh....apa aku salah liat? "
" Bu-bu-kanya tadi Arief berdiri di warung yang bertuliskan, tahu gimbal. "
"Assalamualaikum.... Ehem.... Hem... "
"Dari tadi kau membuntuti ku? "
Batinku ingin menjerit, "Astaga! Arief? "
Sontak terkaget olehku sosok Arief yang tiba-tiba dengan sekejap berada di depanku.
"Sungguh memalukan, bagaimana bisa, dia bisa tau, dasar bodoh! "