Perjalanan pun berlanjut, para warga terus berjaga mengelilingi kampung, hingga salah satunya iseng masuk ke hutan dan menemukan sebuah sarung yang tergeletak di tanah.
Warga tersebut kembali dan memberitahu Tamrin mengenai benda yang ditemukannya, Tamrin menghirup aroma sarung itu, meneliti dan meresapinya hingga dia menyimpulkan bahwa sarung ini merupakan pemilik ibu yang kehilangan anak tersebut.
"Ustaz, bagaimana tanggapan Anda?"
"Sarung ini milik dari anak itu, saya sangat tahu aromanya ketika masuk dalam kamar ibu kemarin, baunya sangat mirip. Bapak-bapak, kita lanjutkan penjagaan, percuma kita masuk ke hutan karena kita tak dapat memastikan apakah sosoknya berkeliaran di sana atau tidak," jawab Tamrin, melanjutkan langkahnya dengan sarung yang masih dia pegang.
Setelah berjaga, mereka memutuskan untuk pulang ketika pukul satu pagi dan akan terus melakukannya setiap malam agar tak ada korban dari parakang ini lagi.
•°•°•°•
"Bagaimana hasil penjagaannya semalam, Ustaz?"
Esok hari, Delvi dan Tamrin menuju pesantren beriringan, seperti kemarin mereka tentunya berbincang-bincang sebentar.
"Sarungnya ditemukan salah satu warga semalam, saya dan lainnya belum menemukan makhluk itu, dan semoga saja, malam berikutnya kita dapat menangkapnya dan memusnahkannya."
"Aamiin, Ustaz. Kalau begitu, saya duluan dulu yah, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Delvi memutuskan percakapan karena mereka telah sampai di pesantren dan dirinya harus cepat masuk kelas karena telat 5 menit.
Belajar mengajar telah berlangsung lancar, hingga waktu istirahat mengakhirinya dan para ustaz dan ustazah pun kembali ke ruang guru. Di ruang guru, seorang wanita masuk dengan menjual dagangannya berupa jamu yang dicoba oleh beberapa guru lainnya.
Ketika Delvi tiba, penjual jamu itu langsung melayangkan senyuman, tapi ... Delvi merasa ada yang aneh dalam senyumannya. Namun, dia tidak tahu, apa arti dari senyuman tersebut.
"Ustaz Tamrin gak mau coba?"
Tamrin tersenyum dan menolaknya secara halus, si penjual jamu pun bertanya, "Kenapa Pak Ustaz tidak ingin meminumnya? Saya menggratiskan loh, Ustaz," kemudian tertawa setelah menanyakan hal itu.
Tamrin tetap tersenyum dan menggeleng pelan sebagai penolakan, tapi si penjual jamu tetap bersikeras menyuruh Tamrin untuk meminum jamunya. Sampai akhirnya, Tamrin mengambil jamu tersebut karena merasa tidak enak, lalu memasukkannya dalam mulut. Tamrin hanya memasukkannya, enggan meneguknya, entah apa alasan pria tersebut tidak ingin meminumnya, dia hanya tersenyum mengangguk agar si penjual jamu itu percaya padanya.
Tanpa pamit, Tamrin pergi begitu saja lalu menuju taman kecil di depan ruang guru dan memuntahkan jamu yang pura-pura dia minum, setelah itu, Tamrin berkumur-kumur sebanyak tiga kali lalu berdoa kepada Allah agar diberi perlindungan.
"Parakang," gumam Tamrin.