Terkait dengan pasar. Hendra dan Tamrin hanya diam memerhatikan Delvi yang sedang memilih ikan, setelah itu menuju penjual sayur yang di mana-mana mempromosikan sayur mereka: segar dan tidaknya, kedua pria itu bingung memilih yang mana, membuat Delvi tersenyum geli dan mengambil alih semuanya.
Sungguh malu kedua pria itu yang kurang tahu mengenai pasar ketika berbelanja, keduanya akan langsung membeli tanpa ada tawaran sama sekali, lain halnya dengan seorang wanita yang memang pandai dalam hal itu.
Keluar dari pasar, Tamrin pun pamit dengan ucapan terima kasihnya beserta salam sebagai penutup pertemuan mereka.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
"Waalaikumsalam. Hati-hati Mas Tamrin."
Tamrin mengangguk, kemudian naik ke jok motornya lalu melaju. Delvi pun menyusuli Hendra yang masuk ke mobilnya.
Di perjalanan, mereka berdua berbincang kecil dengan laju mobil yang sedikit dilambatkan oleh Hendra.
"Wah, terima kasih yah. Untung ada Ibu Delvi, kalau nggak, saya mah asal beli, he he he."
"Sama-sama, Pak. Insya Allah, kalau mau ke pasar titip saja ke saya, nanti saya belikan yang akan Pak Hendra butuhkan," balas Delvi. Ini merupakan penolakan secara halus yang tentunya tidak disadari oleh Hendra, karena Delvi tidak enak berduaan dengannya. Bukan apanya, para warga akan curiga dan membicarakan hal yang tidak-tidak, ini berkemungkinan besar untuk menimbulkan fitnah dan memutuskan tali persaudaraan, sungguh ... Delvi tidak ingin hal itu sampai terjadi.
"Eh nanti saya merepotkan, Bu. Lebih baik seperti ini saja, lagipula kita bisa berbincang-bincang mengenai hal apa saja, terutama dalam lingkup pesantren," balas Hendra dan Delvi semakin tidak enak serta risih terhadap ucapan pria itu sekarang.