Gadis Jelmaan Parakang

Muhammad Taufiq
Chapter #14

Chapter 14

Suratih menghela napasnya, sangat sulit untuk membujuk Delvi yang notabennya keras kepala, apalagi mengetahui Hendra yang memang memiliki ilmu keagamaan yang baik, bahkan wanita ini sudah menganggap ilmu Hendra sudah di atas rata-rata sehingga pria itulah yang menjadi target agar menikahi putrinya.

"Yah, Hendra harus menikahi Delvi," gumam Suratih yang untungnya tidak terlalu jelas didengar oleh Delvi.

"Ibu ngomong apa sih? Kalau gak salah, tadi aku denger namanya Pak Hendra," tanya Delvi curiga.

"Ibu cuman ngomong; alangkah baiknya, kamu nikah sama Pak Hendra. Udah ganteng, agamanya bagus dan juga mapan, aduh Nak ... kamu nunggu siapa lagi, sih? Ibu udah tua dan pengen menimang cucu," balas Suratih yang sudah gemas ke putrinya sendiri.

"Yah, gak harus Pak Hendra juga, Bu. Percuma dong ganteng kalau Delvi gak cinta, gak masalah kalau berkehidupan sederhana, asalkan menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat," balas Delvi, membuat Suratih malas mendengarnya.

"Udah, kamu memang keras kepala. Kalau begitu, Ibu pulang dulu soalnya supir udah nunggu diluar. Assalamualaikum, hati-hati di sini yah, Nak." Suratih harus pergi cepat, tujuannya di sini hanyalah untuk menengok tempat tinggal anaknya yang ternyata sungguh memprihatinkan dengan hawa yang panas sudah membuatnya sangat gerah dan tidak betah, ia heran ... bagaimana mungkin Delvi dapat bertahan di rumah itu? Kalau ia, sudah menggerutulah bibirnya setiap hari.

"Waalaikumsalam, Ibu juga hati-hati pada saat pulang. Ingetin Pak Supir jangan membalap-balap, nyawa kita itu satu, bukan 9," balas Delvi kemudian tertawa kecil.

"Kamu ini yah, dari dulu gak pernah berubah dan masih saja anak kecil yang bawel," gerutu Suratih dan Delvi membulatkan mata karena tidak terima jika dirinya masih dianggap anak kecil, walau pada dasarnya dia tahu bahwa seorang ibu selalu menganggap anak gadisnya masih kecil sekalipun dia telah dewasa, hal ini membuat Delvi tersenyum haru dan semakin menyayangi ibunya.

Setelah mobil Suratih menjauh, Delvi menghela napas ketika perkataan ibunya masih terngiang--karena menjodohkan dirinya dengan Hendra padahal ia tidak mencintai ataupun menyukainya, secuilpun. (lawan jenis)--sungguh, Delvi hanya menyukai Tamrin yang notabennya pria sederhana tapi menghangatkan, juga mengerti akan ilmu agama, terlebih lagi mengenai kasus parakang yang Tamrin selesaikan, membuat rasa kagumnya semakin membuncah.

Di malam hari, Delvi bersiap-siap menuju pesantren seorang diri, tetapi saat di luar rumah dan melihat betapa gelapnya malam yang mengkhiasi jalanan ke tempat tersebut, membuatnya merinding dan mengurungkan niat. Namun, Delvi wajib ke sana karena dia harus mengajar santri dalam kelas bahasa.

"Hanya ada satu lampu jalan di depan sana, tapi itu tidak cukup untuk menerangi jalan yang begitu panjang, jika aku mengandalkan cahaya rembulan, itu pun tidak cukup karena bayangan pepohonan yang membaluti jalanan," ujarnya semakin ragu untuk melangkah.

Delvi melirik rumah Tamrin, dirinya pun bertanya-tanya, apakah pria itu belum ke pesantren atau sudah? Hingga ia memalingkan wajah dan tatapannya tidak sengaja menangkap Haura yang berjalan sendirian melewati rumahnya.

Lihat selengkapnya