Delvi hanya meratapi nasib, dia tidak dapat menghilangkan jejak-ilmu hitam-dalam tubuhnya. Dia benar-benar mengasingkan diri, jauh dari perkotaan juga perkampungan, yang di mana, dia seorang diri di sebuah tempat yang ia pun tidak tahu di mana lokasinya.
"Ibu benar-benar memberiku tempat yang tepat," gumam Delvi di sunyinya malam, kemudian terlelap tenang.
Malam semakin larut, hingga sosok halus dalam raganya bangkit secara sendiri dengan mata yang memerah serta tubuh yang berterbangan ke segala penjuru untuk menuntaskan kelaparannya.
Tak ada makanan yang ia dapati sedangkan hari ini merupakan malam terakhirnya untuk hidup jika tak mendapatkan mangsa satu pun.
Tubuhnya perlahan melemah, hingga terjatuh di tanah yang dibaluti oleh dedaunan kering.
"Delvi, kini kau bebas dariku. Selamat menjalankan hidup yang baru, dan kembalilah ke Tamrin."
Esok hari, Delvi mengerang pelan karena baru saja membuka matanya lalu beranjak dari kasur. Ia pun melihat ponselnya yang menunjukkan pukul empat pagi.
Ketika ia menyalakan lampu. "Akhh!"
Dia tidak sadar jika makhluk yang bersemayam dalam dirinya sedang terlelap di atas ranjang, jadi ... Delvi menggumam, "Berarti, semalam dia tidur bersamaku?"
Delvi lama menatapnya, tapi tak ada pergerakan dari makhluk tersebut hingga ia kini menyadari bahwa ada yang aneh, dirinya memberanikan diri dengan menghampiri makhluk tersebut lalu menyentuhnya dan, tak ada pergerakan.
"Apakah dia mati?"
~~~~
Delvi menelepon ibunya, Suratih pun datang setelah dua jam lamanya perjalanan dan ditemani oleh orang pintar.
"Yah, dia telah mati. Mati kelaparan." Orang pintar tersebut mengucapkan alhamdulillah kepada Delvi dan melontarkan, "Kamu sudah terlepas dari ilmu hitam tersebut, Nak. Untuk Ibu Suratih, saya peringatkan agar tidak melakukan hal itu lagi, sangat jarang seseorang yang sosok mistisnya memilih mati sendiri daripada memakan jiwa yang ia tempati."
Syukur diucapkan oleh mereka berdua dan akhirnya Delvi ikut pulang bersama ibunya.
"Nak, kamu maukan memaafkan Ibu?"
Delvi mengembuskan napasnya pelan, lalu tersenyum memandang ibunya. "Tentu, Bu. Delvi juga minta maaf karena udah ngebentak-bentak Ibu."
"Nak, tolong sampaikan ini ke seseorang agar dia memaafkan kesalahan terbesar Ibu kepadanya."
"Tentu, Bu. Insya Allah, Delvi akan sampaikan."
~~~~~