Kamu penerang hati saya.
Rasa kecewa yang sempat dialami oleh Tamrin, kini tergantikan oleh perasaan yang membuncah ketika dirinya telah mempersunting Delvi. Walau sempat terjadi sedikit permasalahan ketika Haura melontarkan perasaannya ke Tamrin.
Hal itu terjadi sebelum Tamrin dan Delvi menikah, di mana gadis tersebut mendatangi Tamrin di rumahnya dan menyampaikan perasaannya secara malu-malu.
"Asalamualaikum, Ustaz." Ketukan tiga kali, akhirnya pintu dibuka dan menampakkan Tamrin yang sedang tersenyum kecil ke wanita tersebut.
"Waalaikumsalam, Ibu Haura? Silakan masuk."
"Terima kasih."
Haura memejamkan matanya ketika dia telah duduk di kursi dan berhadapan dengan pria yang ia sukai sejak lama.
"Ustaz, ada yang ingin saya sampaikan ke Anda, tapi ... sebelum itu, saya mohon agar Ustaz tidak marah setelah mendengarnya," ujar Haura.
"Ibu Haura, bicaranya enggak perlu formal, lagipula kita sudah kenal juga di pesantren, jadi bicara sebiasa mungkin, juga tenangkan diri Ibu, saya lihat, sepertinya Ibu sedang gugup sekarang," balas Tamrin. Haura pun salah tingkah, jelas dirinya gugup karena ia akan mengungkapkan sesuatu yang mendebarkan kepada pria itu.
"Begini, Mas. Tapi sebelumnya, aku mohon jangan marah yah," pinta Haura.
Ketika mendengar panggilan mas, Tamrin agak sedikit kurang nyaman atau merasa janggal, kemungkinan dirinya lebih suka jika Delvi yang memanggilnya dengan sebutan itu. Tapi, Tamrin berusaha memaklumi dengan senyuman tipisnya.
"Iyah, Bu. Saya gak akan marah."
Haura menghirup rakus udara kemudian mengembuskannya dengan pelan, lalu berkata, "Sudah lama, saya menyukai Mas Tamrin, dan saya tidak bisa menahan perasaan ini untuk tidak mengungkapkannya ke kamu, apakah saya salah mencintai Mas Tamrin?"
Tamrin tidak percaya ini, Haura mengungkapkan perasaannya tepat di mana dia telah melamar Delvi? Maksudnya, apakah Haura sekarang ini tidak malu? Atau tidak takut jika seseorang mendengarnya dan mencap Haura sebagai perusak hubungan orang lain atau pelakor? Tamrin harus mengurus hal ini secepatnya.
"Saya tidak bisa menyalahkan perasaan Ibu Haura, akan tetapi ... saya pun dengan penuh memohon agar Ibu Haura mengubur perasaan itu karena Ibu sudah tahu jika saya sebentar lagi, akan menikah dengan Delvi," balas Tamrin dengan pelan, tak ingin membuat Haura tersentil hatinya, atas penolakannya secara langsung.
"Terima kasih, Mas. Saya sudah lega sekarang, tak ada niat secuil pun untuk merebut Mas dari Ibu Delvi, niat saya hanya ini, yaitu mengungkapkan perasaan yang sering menghantui pikiran saya jika tidak memberitahunya ke Mas Tamrin," balas Haura. Tamrin menghela napas lega, lalu membalas pula, "Sama-sama dan terima kasih kembali, Bu."