Lirien tidak bisa tidur malam itu.
Udara di dalam kastil begitu sunyi, tapi bukan jenis kesunyian yang menenangkan. Ini adalah kesunyian yang terasa… mengawasi. Seolah bayangan-bayangan di dinding bukan sekadar ilusi cahaya lilin, melainkan sesuatu yang lebih hidup, lebih nyata.
Ia membalikkan badan di tempat tidurnya, membiarkan tatapannya menelusuri langit-langit tinggi kamarnya. Ruangan ini luas, jauh lebih mewah dari yang ia perkirakan untuk seorang sekretaris. Tirai tebal tergantung di jendela, warna merah darahnya hampir hitam dalam temaram. Lampu kristal di langit-langit hanya berpendar samar, nyaris sekarat dalam pelukan kegelapan.
Lirien mendesah pelan.
Mungkin ia hanya terlalu lelah. Mungkin pikirannya masih diselimuti ketegangan akibat pertemuan dengan Raventhorn.
Tapi saat ia hendak memejamkan mata, sesuatu membuatnya terjaga.
Suara.
Bukan suara langkah kaki, bukan juga hembusan angin. Itu lebih seperti… bisikan. Samar, nyaris tidak terdengar, tapi jelas berasal dari dalam dinding kamar.
Lirien menahan napas.
Ia bangkit perlahan, mendekati salah satu dinding batu yang terasa lebih dingin dari seharusnya. Telapak tangannya menempel di permukaannya, merasakan denyut halus yang aneh—seolah ada sesuatu yang hidup di baliknya.
Lalu bisikan itu terdengar lagi.