Lirien berdiri diam di ambang pintu, mencoba mencerna kata-kata Raventhorn.
“Kau tidur di kamar seseorang yang seharusnya sudah lama mati.”
Udara terasa lebih berat. Seolah ruangan ini tiba-tiba mengecil, menekannya dengan bayang-bayang yang berdesakan di sudut-sudut dinding.
“Siapa?” akhirnya ia bertanya, suaranya lebih lemah dari yang ia inginkan.
Raventhorn tidak segera menjawab. Ia melangkah masuk tanpa izin, tatapannya menyapu kamar dengan pandangan tajam. Jemarinya menyusuri punggung kursi beludru di dekat perapian, seolah mencari sesuatu yang tak kasatmata.
“Kamar ini dulu milik sekretarisku yang pertama,” katanya akhirnya. “Seorang pria bernama Velkhan.”
Lirien mengerutkan kening. “Dan… dia meninggal?”
Raventhorn tertawa pelan, tapi tidak ada humor di dalamnya. “Jika saja semudah itu.”
Ia berbalik menghadapnya, matanya yang berkilau keemasan menangkap bayangan cahaya lilin di antara mereka. “Velkhan menghilang. Tanpa jejak. Satu malam, ia tertidur di kamar ini. Paginya, ia tak pernah ditemukan lagi.”