Ruangan itu terasa lebih dingin dibanding lorong sebelumnya.
Lirien bisa merasakan hawa yang menusuk kulitnya, bukan hanya karena udara lembap, tapi juga karena keberadaan sosok yang terpasung di hadapannya. Velkhan.
Mata pria itu kini terbuka sepenuhnya, sorot keemasannya menyala redup di bawah cahaya api Raventhorn. Meski tubuhnya tampak lemah, ada sesuatu yang masih hidup dalam dirinya—sebuah keteguhan, atau mungkin dendam yang belum terselesaikan.
Lirien menoleh ke Raventhorn, mencari jawaban dalam ekspresi pria itu. Tapi wajahnya tetap tak terbaca.
"Apa yang terjadi padanya?" tanyanya, suaranya nyaris berbisik.
Raventhorn tidak segera menjawab. Ia melangkah mendekati Velkhan, menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Antara kesedihan dan kemarahan yang samar.
"Kastil ini," katanya akhirnya, "memiliki caranya sendiri untuk menelan orang-orang yang berani menyentuh rahasianya."
Lirien mengerutkan kening. "Apa maksudmu?"
Velkhan tertawa pelan—suara serak dan pecah seolah ia telah lama tak menggunakannya. "Dia tidak akan memberitahumu yang sebenarnya," katanya lemah, tetapi penuh kepastian. "Bukan sifatnya untuk berbagi kebenaran begitu saja."
Lirien menatap Raventhorn. "Jadi apa yang sebenarnya terjadi?"