Lirien menarik napas dalam, telapak tangannya masih terasa hangat di bawah sentuhan Raventhorn. Tatapan pria itu melekat padanya—bukan dengan kemarahan, tetapi dengan permohonan diam yang tak pernah ia duga akan datang darinya.
Di sisi lain, Velkhan menatapnya dengan intensitas yang berbeda. Mata keemasannya memancarkan harapan, ketidaksabaran… dan sesuatu yang menyerupai kelaparan.
Dua kekuatan menariknya ke arah yang berlawanan.
Dan ia harus memilih.
Aku ingin kebenaran.
Tangannya bergerak. Perlahan, jemarinya menyentuh rantai yang membelenggu Velkhan.
Sentuhan pertama mengirimkan gelombang dingin ke sepanjang lengannya, seolah besi itu memiliki nyawa sendiri, merespons keberadaannya. Cahaya redup dari rune di rantai itu bergetar, seolah menolak disentuh.
Di belakangnya, Raventhorn mengumpat pelan.
"Lirien, jangan—"
Terlambat.
Ia menarik rantai itu.
Seketika, ruangan bergetar.
Cahaya dari rune meredup, lalu padam. Rantai yang mengikat Velkhan mengendur dan jatuh dengan suara nyaring ke lantai batu. Udara di sekitar mereka berubah, menjadi lebih berat—lebih pekat, seolah sesuatu yang lama terkunci kini telah dilepaskan.
Velkhan menarik napas panjang, seolah untuk pertama kalinya dalam waktu yang sangat lama, ia bisa benar-benar bernapas. Ia menatap Lirien, lalu tersenyum.
"Sebuah pilihan yang bijak."
Sebelum Lirien bisa merespons, Raventhorn bergerak.