Secangkir kopi hangat tersaji di meja santai untukku menemani sore bersama anak-anak.
"Ok anak-anak, sore ini Kakakakan ajarkan cara membuat bunga dari plastik botol yang sudah tidak terpakai."
"Seperti itu yah Kak...?" tunjuk Dina pada bunga plastik di atas meja dan persis di depan Mas Prada. Kuakui ada lirikan dari sepasang matanya yang sedikit tersenyum malu.
"Iyah betul sekali sayang. Nah....kita mulai potong botolnya lalu kita bersihkan dahulu."
Anak-anak mengikuti arahan dan petunjukku satu persatu mereka memerhatikan dengan suka cita bermain dengan alat-alat yang sudah kusediakan jauh-jauh hari.
Sambil sesekali kuseruput kopi hangat. Lelah di mataku kadang membuatku sakit. Sudah kuperiksakan ke optic namun tak kutemukan minus yang menjadi gejala lelahnya mataku. Atau aku hanya kecapaian saja atau memang faktor umur.
"Cieee...lihatin Delizta serius mat Mas?" Unie meledek Mas Prada.
"Ehhh, Uni, sejak kapan di sini, bukannya tadi di dapur?" tanya Mas Prada gugup.
"Sejak tadi kali. Kalau dilihat-lihat Deluzta masih cantik yah, nggak sesuai sama umurnya," ucap Uni sambil mengamati Delizta yang masih bersama anak-anak.
"Memang umurnya Delizta berapa?"
"Yah, pokoknya sudah pantas jadi istrimulah. Mau nunggu yang gimana lagi Mas?"
"Mba Uni...masakannya gosong..." teriak suara dari dapur.
Spontan Unie langsung lari ke dapur, disusul tawa Mas Prada.