Setelah kegagalannya di olimpiade matematika tahun sebelumnya, Rey bertekad untuk melakukan yang terbaik pada olimpiade matematika tahun ini. Kesempatan ini adalah yang terakhir baginya untuk mengikuti olimpiade di sekolah karena ia sudah menginjak kelas 11. Rey tahu bahwa ia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan berharga ini.
Waktu berlalu dengan cepat, dan persiapan Rey semakin matang. Ia merasa siap untuk menghadapi olimpiade kali ini. Ia yakin bahwa semua usaha yang ia lakukan akan membuahkan hasil yang memuaskan. Hari yang telah ditunggu-tunggu pun tiba. Pagi itu, udara terasa lebih sejuk dari biasanya, namun ada kehangatan yang terasa di hati Rey. Ia bangun lebih awal dari biasanya, mengenakan seragam terbaiknya, dan memeriksa kembali semua peralatan yang ia butuhkan. Pulpen, pensil, penghapus, dan tentu saja, kartu peserta olimpiade yang telah ia persiapkan dengan cermat.
Sesampainya di tempat lomba, Rey merasa gugup namun penuh percaya diri. Ia berdiri di tengah kerumunan peserta lain yang juga tampak tegang. Wajah-wajah mereka menunjukkan berbagai ekspresi, ada yang penuh keyakinan, ada yang cemas, dan ada pula yang terlihat seperti sudah menyerah sebelum bertarung. Dalam hatinya, Rey berdoa agar semua yang telah ia pelajari selama setahun ini tidak sia-sia. Ia menatap gedung sekolah yang menjadi tempat penyelenggaraan olimpiade, berusaha mengingat semua kenangan yang pernah ia lalui di tempat itu. Gedung itu sudah seperti rumah kedua baginya, tempat di mana ia menemukan jati diri dan mengejar mimpinya.
Saat memasuki ruangan, Rey merasakan aura serius yang memenuhi setiap sudut. Suara langkah kaki dan derit kursi yang ditarik terdengar seperti musik yang mengiringi perjuangannya. Ia duduk di kursi yang sudah ditentukan, menatap lembar soal yang baru saja dibagikan. Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya, tetapi Rey berusaha tetap tenang. Ia mengambil napas dalam-dalam sebelum memulai, mengingat semua latihan dan bimbingan yang telah ia lalui. Dengan tangan yang mantap, ia mulai mengerjakan soal demi soal.
Awalnya, semua berjalan dengan lancar. Setiap soal yang ia hadapi terasa seperti soal yang pernah ia pelajari, dan Rey merasa yakin dengan jawabannya. Ada rasa percaya diri yang tumbuh seiring dengan setiap jawaban yang ia tuliskan di kertas. Namun, saat ia beralih ke bagian soal yang lebih rumit, tantangan sebenarnya mulai terasa. Beberapa soal tampak lebih sulit dari yang ia bayangkan. Rey merasakan tekanan waktu yang semakin menyempit, tetapi ia tetap berusaha untuk tidak panik.
Ia mengingat nasihat Pak Fatur tentang pentingnya ketenangan dan fokus, sehingga ia menolak untuk menyerah pada kepanikan. Rey mengatur ulang strategi, mulai dengan soal-soal yang menurutnya bisa diselesaikan dengan cepat, dan menyisakan soal yang lebih sulit untuk terakhir. Detik demi detik berlalu, dan suara ketukan jam dinding di ruangan itu seolah menjadi pengingat akan waktu yang semakin menipis. Rey mengerahkan seluruh kemampuan dan ingatannya untuk menyelesaikan soal-soal tersebut.
Akhirnya, dengan waktu yang tersisa hanya beberapa menit, Rey berhasil menyelesaikan semua soal tepat waktu. Saat menyerahkan lembar jawabannya, ia merasa lega. Ia telah melakukan yang terbaik, dan meskipun ada beberapa soal yang masih diragukan, Rey yakin bahwa persiapan yang ia lakukan selama ini tidak akan sia-sia. Dalam perjalanan pulang, Rey merasa bangga dengan usahanya. Ia bahkan membayangkan betapa bangga mamanya nanti ketika melihat hasil yang ia capai.
Hari-hari setelah olimpiade terasa panjang dan penuh ketidakpastian. Rey mencoba untuk tidak terlalu memikirkan hasilnya, tetapi setiap kali ia teringat, jantungnya berdegup lebih kencang. Ia berusaha mengalihkan pikirannya dengan belajar untuk ujian sekolah, tetapi bayangan olimpiade selalu menghantui pikirannya. Setiap kali ia bertemu dengan teman-temannya, topik tentang olimpiade selalu muncul, dan Rey harus berpura-pura tenang meskipun hatinya gelisah.