Keesokan harinya, langit pagi yang cerah menyambut Rey ketika ia akan pergi ke sekolah. Sinar matahari yang lembut menembus celah-celah awan memberikan cahaya hangat yang meresap ke dalam suasana hatinya, meskipun sedikit rasa gugup masih menggelayuti pikirannya. Setelah jam pelajaran berakhir, Rey melangkah menuju ruang guru dengan langkah yang penuh kehati-hatian dan sedikit rasa cemas.
Ruang guru pagi itu tampak lebih ramai dari biasanya. Meja dan kursi telah disusun rapi, dan suasana di sekitar terasa berbeda, seolah-olah ada aura ketegangan yang menyelimuti ruangan. Rey melirik ke sekeliling dan melihat beberapa peserta lain yang juga tampak cemas. Mereka saling berbicara dengan suara pelan, dan beberapa dari mereka terlihat sibuk membaca catatan terakhir mereka. Rey merasakan getaran semangat dan keraguan yang mengalir dalam diri mereka semua.
Saat Rey memasuki ruang guru, ia disambut oleh Bu Lina, guru bahasa Indonesia yang akan memimpin seleksi. Bu Lina mengenakan blus biru muda dan rok hitam yang elegan, tampak sangat profesional dan berwibawa. Ia berdiri di depan meja dengan senyum ramah, meskipun matanya tampak serius dan penuh perhatian.
“Selamat pagi, Rey,” sapanya dengan nada lembut.
“Kamu siap untuk seleksi hari ini?” sambungnya
Rey membalas sapaan Bu Lina kemudian mengangguk.
“Selamat pagi, Bu Lina. Ya, saya siap.”
Bu Lina tersenyum dan memberikan dorongan semangat terakhir.
“Baiklah, Rey. Ingatlah untuk berbicara dengan jelas dan percaya diri. Kamu telah mempersiapkan diri dengan baik, jadi tunjukkan yang terbaik hari ini.”
Beberapa menit kemudian, seleksi dimulai. Rey adalah peserta kelima yang harus maju. Ia duduk di kursi depan, di hadapan meja juri yang terdiri dari Bu Lina dan dua guru lainnya. Di antara juri, Rey melihat wajah-wajah yang penuh perhatian dan antusias, seolah mereka benar-benar menunggu untuk mendengar apa yang akan disampaikan.
Ketika namanya dipanggil, Rey berdiri dan melangkah maju dengan rasa gugup yang menggelora di dalam dirinya. Ia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya dan mulai memaparkan argumennya dengan percaya diri. Rey berbicara tentang pentingnya pendidikan lingkungan dan bagaimana cara meningkatkan kesadaran masyarakat melalui program-program yang efektif.
Rey bisa merasakan tatapan tajam dari juri yang menyimak setiap kata yang diucapkannya. Ia melanjutkan dengan menjelaskan berbagai inisiatif yang telah berhasil di tempat lain, seperti program daur ulang di sekolah-sekolah dan kampanye kebersihan lingkungan. Meskipun Rey merasa gugup, ia berusaha untuk berbicara dengan tenang dan jelas, menekankan argumen utamanya dengan data yang mendukung.
Di tengah presentasinya, Rey merasakan ada sesuatu yang kurang dari penyampaiannya. Beberapa kali ia perlu mengulang kata-katanya dan sedikit terhenti karena rasa gugup yang mengganggu fokusnya. Ia melihat catatan dan grafiknya, berharap ini bisa membantunya menjaga alur presentasi.