Di Balik Kilauannya

Rijaluddin Abdul Ghani
Chapter #13

Kepulangan Rey

 

Rey akhirnya tiba di rumah setelah seharian mencoba menenangkan pikirannya di luar. Setiap langkahnya terasa berat, hatinya dipenuhi dengan campuran rasa bersalah dan penyesalan. Ia tahu bahwa kepergiannya tanpa kabar seharian pasti membuat mamanya cemas.

Dengan perasaan berat, Rey mengetuk pintu rumahnya perlahan.

“Assalamualaikum, Ma. Rey pulang.”

Tak butuh waktu lama, pintu rumah terbuka dengan cepat. Di balik pintu, terlihat ibunya dengan wajah penuh kekhawatiran dan air mata yang menggenang di pelupuk matanya.

“Rey, kamu ke mana saja? Mama sangat khawatir dengan keadaanmu. Kenapa kamu melakukan ini, Rey?” suara mamanya dengan sedikit bergetar.

 “Kalau ada masalah, cerita saja ke Mama. Mungkin dengan cerita, perasaanmu bisa lebih tenang dan bebanmu jadi berkurang,” lanjut mamanya lagi.

Rey menundukkan kepalanya, merasa sangat bersalah. Ia tidak berani menatap mata mamanya yang penuh dengan cinta dan kekhawatiran.

“Rey sebenarnya sudah capek, Ma, dengan semua kegagalan ini,” ucapnya dengan suara rendah.

“Jadi, Rey mencari ketenangan di luar sana untuk menghilangkan rasa sedih dan kecewa ini,” pungkasnya lagi.

Mamanya menghela napas panjang, lalu mendekati Rey, mengulurkan tangannya untuk merangkul putranya yang tampak sedih. Pelukan hangat itu seakan menjadi perisai yang melindungi Rey dari segala beban yang menekan dadanya.

“Rey, maafkan Mama ya. Mama terlalu memaksamu untuk melakukan sesuatu. Tapi itu semua Mama lakukan demi kebaikan kamu, Rey,” kata mamanya dengan suara lembut, mencoba menenangkan hati Rey yang gundah.

Rey merasakan kehangatan dari pelukan mamanya. Dalam pelukan itu, semua kekhawatiran dan kecemasannya seolah menghilang.

“Mama nggak salah apa-apa kok. Maafkan Rey ya, Ma. Rey udah buat Mama khawatir. Rey janji nggak akan ngulangin ini lagi,” jawab Rey pelan, merasa bersalah atas apa yang telah ia lakukan.

Mama Rey mengeratkan pelukannya, seolah ingin memastikan bahwa Rey merasakan betapa besar cintanya.

“Rey, ingatlah Mama akan selalu ada untukmu. Jadi tolong jangan ada hal kamu pendam. Ceritain aja semuanya ke Mama. Mungkin Mama bisa kasih solusi.” Kata mamanya dengan lembut, sambil mengusap punggung Rey dengan penuh kasih sayang.

Rey merasa hatinya sedikit lega mendengar kata-kata mamanya. Ada kehangatan dan ketulusan dalam setiap kata yang diucapkan oleh mamanya, membuatnya sadar bahwa ia tidak sendirian.

“Terima kasih ya, Ma. Rey sayang banget sama Mama,” ucapnya dengan pelan, menahan air mata yang hampir tumpah.

Dalam hatinya, Rey merasa bersyukur memiliki Mama yang begitu penyayang dan selalu mendukungnya apapun yang terjadi.

Esok harinya, Rey pergi ke sekolah dengan perasaan yang lebih tenang, meskipun bayang-bayang kegagalan masih membayang di benaknya. Di sekolah, ia mencoba kembali ke rutinitasnya seperti biasa, meski kadang pikirannya melayang ke kejadian kemarin. Setelah jam pelajaran selesai, Rey berjalan menuju gerbang sekolah, berharap bisa pulang lebih awal dan beristirahat. Namun, di tengah perjalanan, ia berpapasan dengan Pak Fatur.

“Rey, kamu kemarin kok nggak hadir? Padahal Bapak nyariin kamu, loh,” sapa Pak Fatur dengan nada penasaran.

Lihat selengkapnya