Keesokan harinya, Rey bangun dengan semangat yang meluap-luap. Pikirannya masih dipenuhi oleh kabar gembira tentang keikutsertaannya dalam ajang penelitian matematika internasional di Jepang. Setelah bersiap-siap, ia langsung pergi ke sekolah dengan mengendarai motornya. Pagi itu, udara terasa sejuk, dan langit cerah menambah semangat Rey untuk menjalani hari.
Di sekolah, suasana kelas berlangsung seperti biasa, namun Rey tahu bahwa hari ini ia memiliki agenda penting setelah kelas usai. Ia harus menemui Pak Fatur untuk membahas persiapan ajang penelitian nasional di Bandung yang akan dilaksanakan tiga bulan lagi. Meski jadwalnya padat, Rey bertekad untuk memberikan yang terbaik di setiap kesempatan. Setelah bel berbunyi, Rey segera menuju ruang guru untuk menemui Pak Fatur.
“Selamat pagi, Pak,” sapa Rey dengan senyuman.
“Pagi, Rey. Silakan duduk. Bagaimana, sudah siap untuk ajang di pelatihan nasional di Bandung nanti?” tanya Pak Fatur, membuka percakapan.
“Saya sudah siap, Pak. Tapi saya merasa masih banyak yang harus saya persiapkan. Saya ingin mendiskusikan langkah-langkah apa saja yang perlu saya lakukan agar penelitian saya lebih baik dari sebelumnya,” jawab Rey.
Pak Fatur tersenyum dan mengangguk.
“Bagus, Rey. Semangatmu memnag luar biasa. Kamu harus mulai fokus pada memperbanyak data-data penelitian dan mencari referensi lain yang relevan. Ini akan membuat penelitianmu menjadi lebih komprehensif.”
Mereka berdua kemudian berdiskusi selama hampir satu jam. Pak Fatur memberikan berbagai saran yang berguna, termasuk memperkuat landasan teori serta metodologi yang Rey gunakan dalam penelitiannya. Rey mencatat setiap saran dengan teliti, bertekad untuk melaksanakan semua yang disampaikan oleh Pak Fatur.
Setelah pertemuan itu selesai, Rey berpamitan dan kembali mengendarai motornya untuk pulang. Di tengah perjalanan, pikirannya dipenuhi oleh berbagai hal yang harus ia persiapkan. Bukan hanya ajang di Bandung yang akan dilaksanakan tiga bulan lagi, tetapi juga ajang penelitian nasional di Bali yang akan dilaksanakan empat bulan lagi. Belum lagi kompetisi internasional di Jepang yang kini menjadi beban terbesar di pikirannya. Rey merasa bahwa beban di pundaknya semakin berat, dan ia mulai meragukan kemampuannya untuk membagi waktu dengan baik antara sekolah dan persiapan ketiga ajang besar tersebut.
Di tengah-tengah perjalanan pulang, Rey tiba-tiba terkejut oleh suara klakson yang terus-menerus dari sebuah mobil di depannya. Rey yang tadinya tenggelam dalam pikirannya segera tersadar dan melihat ke depan. Mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi, dan tanpa disadari, Rey berada tepat di jalurnya. Panik, Rey mencoba mengelak, namun keseimbangan motornya terganggu, dan naas, ia terjatuh ke dalam parit besar di pinggir jalan. Kepalanya terbentur keras, dan motornya rusak.
Pengemudi mobil yang melihat kejadian itu segera berhenti dan berlari menghampiri Rey yang tak sadarkan diri. Dengan cepat, ia mengangkat tubuh Rey yang lemah dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Sesampainya di rumah sakit, pengemudi itu segera memanggil dokter dan perawat untuk menangani Rey. Setelah Rey dibawa ke ruang gawat darurat, pengemudi tersebut membuka tas Rey yang jatuh dan mencari telepon genggam di dalamnya. Ia berharap bisa menemukan nomor kontak keluarga Rey.
Ketika membuka ponsel Rey, ia melihat nomor kontak dengan nama "Mama." Tanpa ragu, ia segera menekan nomor tersebut dan menunggu sambungan tersambung.
Di rumah, Mama Rey sedang sibuk di dapur. Ia sedang mempersiapkan menu makan siang spesial untuk Rey, yang bertepatan dengan hari ulang tahunnya. Hari ini juga, Mama Rey telah menyiapkan kado istimewa berupa jam tangan yang sudah lama diinginkan Rey. Dengan penuh kebahagiaan, ia berharap bisa memberikan kejutan kepada anak kesayangannya.
Namun, kebahagiaan itu berubah menjadi kecemasan ketika telepon di meja dapur berdering. Mama Rey segera mengangkat telepon tersebut.
“Halo, dengan siapa ini?” tanyanya dengan nada ramah.
“Bu, saya menemukan anak ibu dalam keadaan kecelakaan. Saat ini Rey ada di rumah sakit citra dan sedang mendapatkan perawatan,” suaranya yang tampak cemas.
Dunia Mama Rey seakan runtuh mendengar kabar itu. Kegembiraan yang ia rasakan seketika berubah menjadi kekhawatiran yang mendalam. Tanpa berpikir panjang, ia segera mematikan kompor dan bergegas keluar rumah, menuju rumah sakit yang disebutkan oleh pengemudi tersebut.
Sesampainya di rumah sakit, Mama Rey berlari menuju ruang gawat darurat, tempat di mana Rey sedang dirawat. Perasaan cemas dan takut menyelimuti hatinya. Ketika akhirnya ia melihat Rey terbaring tak sadarkan diri dengan tubuh yang dipenuhi selang medis, air mata tak terbendung lagi mengalir dari matanya.
“Mama di sini, Rey,” bisiknya sambil menggenggam tangan Rey.