Setelah menghabiskan waktu hingga beberapa jam di dalam pesawat, akhirnya Rey tiba di Indonesia. Tubuhnya terasa lelah, tetapi hatinya penuh dengan kebanggaan. Di sepanjang penerbangan, Rey tak henti-hentinya mengingat perjalanannya selama ini, dari penelitian yang ia geluti hingga kesuksesan yang ia raih di Jepang. Kini, semua itu terasa seperti mimpi yang akhirnya menjadi kenyataan. Setiap kali ia menatap medali emas yang tergantung di lehernya, senyum tipis muncul di wajahnya, meski kantuk dan letih masih terasa.
Sesampainya di bandara, Rey melangkah keluar dari pintu kedatangan internasional dengan koper besarnya. Ia merasakan udara panas khas Indonesia yang seakan menyambutnya pulang. Namun, ada hal lain yang lebih membuat hatinya bergetar. Dari kejauhan, Rey melihat mamanya melambai dengan penuh antusias. Rasa rindu yang telah dipendam selama beberapa hari seketika menguap ketika ia melihat senyum bahagia di wajah mamanya.
"Maaa!" Rey tak bisa menahan diri lagi.
Ia berlari ke arah mamanya dan memeluknya erat-erat. Pelukan itu bukan hanya tanda cinta, tetapi juga simbol dari semua perasaan yang kebanggaan, kelegaan, dan kebahagiaan yang mendalam.
Mamanya membalas pelukan itu dengan hangat, air matanya menetes tanpa bisa ditahan.
"Rey, mama sangat bangga padamu. Kamu sudah berhasil membuktikan pada mama bahwa kamu bisa suskes dengan temuan rumus-rumus matematikamu itu," ucap mama Rey dengan nada bangga dan penuh haru. Ia membelai rambut anaknya, merasa seperti semua kegagalan dan kekecewaan rey telah terbayar lunas.
Rey hanya bisa tersenyum dan mengangguk.
Mereka berdua tetap dalam pelukan selama beberapa saat, meresapi momen kebahagiaan itu. Setelah itu, mamanya menuntun Rey keluar dari bandara dan menuju mobil. Di dalam mobil, perjalanan pulang terasa begitu tenang, namun dipenuhi percakapan hangat antara ibu dan anak. Mamanya bertanya tentang segala hal, mulai dari pengalaman Rey di Jepang, perasaan ketika ia berhadapan dengan juri, hingga momen saat namanya disebut sebagai pemenang medali emas.
"Bagaimana rasanya, Rey, saat nama kamu disebut? Mama pasti akan menangis kalau di posisi kamu," tanya mamanya, tersenyum sembari mengemudi.
Rey tertawa kecil.
"Rey juga hampir menangis, Ma. Waktu itu rasanya seperti mimpi. Rey sampai enggak percaya kalau pembawa acara menyebut nama Rey. Tapi, setelah itu, semua beban dan tekanan yang Rey rasakan selama kompetisi langsung hilang. Yang Rey rasakan cuma lega, bahagia, dan bangga bisa membawa pulang medali ini buat Mama."
Mamanya tersenyum lembut, menoleh sekilas ke arah Rey.
"Ini bukan cuma buat Mama, Rey. Kamu membawa pulang kebanggaan untuk dirimu sendiri dan untuk Indonesia."
Sesampainya di rumah, Rey disambut oleh aroma masakan khas yang selalu dibuat mamanya setiap kali ada acara spesial. Malam itu, mereka merayakan kepulangan Rey dengan hidangan ayam panggang, sayur asam, dan sambal terasi. Meski sederhana, makanan itu terasa begitu istimewa setelah sekian lama Rey tak merasakannya.
Keesokan harinya, setelah cukup beristirahat, Rey memutuskan untuk pergi ke sekolah. Meskipun baru saja pulang dari luar negeri, ia merasakan dorongan kuat untuk bertemu dengan teman-temannya dan para guru. Sesampainya di sekolah, Rey tak menyangka sambutan yang ia dapatkan. Begitu ia memasuki gerbang sekolah, ia melihat kerumunan siswa, guru, dan staf yang telah berkumpul di lapangan. Spanduk besar tergantung di depan sekolahnya.
"Selamat Datang, Rey! Ilmuwan Muda Matematika Indonesia!"
Rey tersentak. Ia tidak menyangka akan mendapatkan sambutan semeriah ini. Semua orang bertepuk tangan dan bersorak saat Rey melangkah masuk ke dalam lapangan. Senyuman lebar menghiasi wajah-wajah teman-teman dan guru-gurunya.
"Selamat, Rey!" Teriakan itu terdengar dari segala penjuru. Banyak siswa mendekat, mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Rey atau bahkan memeluknya dengan penuh kebanggaan. Beberapa teman dekatnya bahkan sudah menyiapkan karangan bunga kecil sebagai tanda penghargaan untuknya.
Di antara kerumunan itu, Rey melihat sosok sahabatnya, Doni, yang berlari mendekatinya.
"Rey, selamat! Kamu benar-benar bikin kita semua bangga!" kata Doni sambil menjabat tangan Rey dengan erat.
Rey tertawa kecil.
"Terima kasih, Don. Aku nggak nyangka sambutannya bakal seheboh ini."
"Heboh? Kamu itu udah kayak selebriti sekarang di sekolah!" jawab Doni sambil tertawa.