Suasana begitu hening dan tegang. Kemarahan Diana, kebimbangan Arman, dan bungkamnya Hendra seolah-olah memerangkap semua orang dalam kebingungan.
Tidak ada seorangpun dari mereka yang merasa nyaman, walaupun saat ini sedang duduk di kursi kulit mewah.
Lucas menarik napas panjang, menunggu dengan sabar sampai Arman membuka suara. Namun, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.
“Pak Arman, kami membutuhkan keterangan Anda.” Sekali lagi Lucas mempertegas kata-katanya, memecah keheningan yang semakin pekat. Sementara Brian yang menemaninya duduk tenang memperhatikan ekspresi semua orang.
“Saya masih terguncang dengan kejadian ini,” sahut Arman lirih, tetapi tidak tampak kesedihan sedikitpun di matanya.
Lucas menghela napas, memberi isyarat ia akan membuka surat peninggalan Lena di depan semua orang. Surat-surat yang seharusnya menjadi pesan terakhir Lena untuk orang yang paling berarti dalam hidupnya, serta petunjuk tentang kebenaran yang mungkin keluarga Pratama sembunyikan.
Arman masih membisu, duduk di ujung soga dengan tangan tergenggam erat. Wajahnya kaku, tetapi matanya memancarkan kegelisahan. Ia tak peduli jika isi surat itu diketahui semua orang. ia juga harus tahu penyebab kematian Lena.
Rendra berdiri di sudut ruangan. Diam tak bersuara, mengamati setiap gerakan Lucas dengan wajah dingin dan penuh wibawa. Sementara itu, Diana, kembali ke ruang tamu dan mondar-mandir gelisah di belakang suaminya, sesekali menghela napas berat, seolah menahan amarah yang siap meledak kapan saja.
Lucas kembali menarik napas panjang, mengurai ketegangan. “Surat pertama ini ditujukan untuk Putri,” katanya, lalu mulai membacakan kalimat-kalimat Lena yang sepertinya ditulis dengan tangan gemetar. Setiap hurufnya tidak rapi dan terdapat banyak coretan.
“Maafkan Mama, sayang … Mama terlalu takut untuk menghadapimu dengan kenyataan yang sebenarnya. Mama tak pernah cukup kuat untuk melindungimu, Mama berharap kamu akan tumbuh kuat, lebih kuat dari Mama.”
Mata Arman mulai berkaca-kaca. Kata-kata itu menusuk hatinya yang telah begitu kejam menyakiti Lena. Ia tak pernah menyangka Lena menulis surat penuh penyesalan seperti ini. Ia tahu apa yang disesalkan Lena, tetapi tak berdaya untuk memperbaiki keadaan, sebelum mereka bercerai.
Di sisi lain, Rendra hanya mendengarkan dengan ekspresi tak terbaca, matanya lurus ke depan.
Lucas melanjutkan membaca, semakin dalam ia masuk ke dalam surat, semakin dalam pula rasa duka yang tersirat. “Mama mencintaimu lebih dari apapun, tapi Mama gagal mendampingimu. Maafkan Mama, Putri... maafkan segala kesalahan Mama.”