“Lena, besok bantu Mama siapkan makanan dan tata meja. Andika mau mengenalkan pacarnya pada kita semua,” ucap Diana tiba-tiba, saat seluruh keluarga berkumpul.
Lena menoleh. “Iya, Ma.”
Televisi di ruang keluarga menyala, menayangkan acara gosip dari salah satu televisi swasta, walaupun tidak ada yang menonton. Semua sibuk dengan kegiatan masing-masing dan hanya sekali-sekali melempar pandang ke arah satu sama lain.
“Jangan tunjukkan kemiskinanmu di depan Melan. Jangan bikin malu keluarga Pratama,” lanjut Diana.
Lena diam dan hanya bisa mengangguk sebagai jawaban.
Enam bulan menikah dengan Arman dan tinggal bersama mertua, tetapi tak sekalipun Diana bersikap manis padanya. Setiap kata dan tindakan yang wanita itu tunjukkan, selalu penuh kecurigaan dan hinaan.
“Calon istriku punya bibit, bebet, dan bobot yang jelas. Keluarganya orang terpandang, pendidikannya tinggi, jelas tidak bisa disamakan dengan Lena,” sahut Andika, senyumnya sinis, walau pandangan tak teralihkan dari ponselnya.
Lena melirik Arman, berharap mendapatkan pembelaan, tetapi suaminya justru diam, seolah-olah tak mendengar hinaan yang dilontarkan Andika. Hingga ia turut diam.
“Bagaimana denganmu, Lena? Kalau kamu tidak punya keluarga yang masih hidup, kita bisa ziarah ke makam orang tuamu,” timpal Rendra, membenarkan letak kacamata baca yang sedikit terturun.
Walaupun kata-katanya tak sekasar Diana dan Andika, tetapi Rendra tak kalah mengerikan. Dia selalu mempertanyakan keberadaan Lena yang masih hidup ataupun makan kedua orang tuanya. Satu pertanyaan yang tak bisa dijawab oleh Lena.
“Itu … saya ….” Lena tergagap, sekali lagi melirik Arman yang justru membuang muka.
“Jangan tanyakan pada Lena, Pa. Dia nggak bakal bisa jawab.” Andika meraih remot, memperbesar volume televisi. “Sekelas wartawan saja, tidak bisa mengorek kehidupan pribadinya.”
Lena berusaha tersenyum, menganggap sindiran Andika sebagai gurauan. Tak punya keberanian membantah semua hinaan dan tuduhan, karena pasti akan berbalik lagi padanya.
Lena mengarahkan pandangan ke televisi, tetapi hatinya langsung menciut saat melihat berita yang ditayangkan tentang dirinya dan Arman.
"Pernikahan Arman Pratama dan Lena Pratisara tampaknya tidak hanya menarik perhatian publik karena kemewahannya, tapi juga karena banyak yang mempertanyakan latar belakang menantu keluarga Pratama,"
Suara pembawa acara itu terdengar, diiringi gambar-gambar dari pernikahan Lena dan Arman yang glamor enam bulan lalu.
"Siapa sebenarnya Lena Pratisara? Keluarganya tidak pernah terlihat di depan publik, dan berbagai rumor beredar tentang masa lalunya yang misterius."
Pantas saja Andika memperbesar suara televisi, rupanya sengaja membuatnya terpojok dengan berita itu. Sedangkan Diana yang duduk bersebelahan dengan Rendra, cukup puas melihat isi berita itu. Ia bahkan beberapa kali melirik Lena yang tampak gelisah, dan Arman yang tampak fokus menonton
Lena merasa dadanya sesak. Tatapannya tertuju pada layar, tetapi pikirannya jauh mengembara ke mana-mana. Sedangkan Arman meraih remote dan mematikan televisi.
Setelah sejak tadi diam, akhirnya ia berani mengambil sikap. Walaupun sudah beberapa bulan terlewati, berita tentang pernikahannya dan Lena masih menjadi berita hangat. Walaupun sebenarnya yang disorot media adalah masa lalu Lena dan keluarganya yang tak pernah dilihat publik.
“Arman, kenapa dimatikan? Mama masih mau nonton beritanya.” Diana merebut remot televisi dari tangan Arman dan menyalakannya kembali.
“Ma … berita itu ….”
“Kenapa, Arman? Bukannya sudah biasa media selalu mencari berita? Kebetulan saja kali ini masa lalu Lena,” sela Diana cepat
“Seharusnya istrimu memberikan klarifikasi, Arman. Agar orang-orang tidak berpikiran negatif tentangnya,” timpal Andika.
Seperti biasa, ia selalu tahu waktu yang tepat untuk mengompori Diana. Sambil membaca berita ekonomi secara online, melirik Lena yang terlihat gelisah.