Maya terjaga dari tidur saat mendengar suara kicau burung dari luar jendela. kepalanya sakit karena kurang tidur dan terlalu banyak menangis.
Ia bergegas duduk di pinggir ranjang, mengamati ruangan yang sangat terang. Entah sudah jam berapa, tetapi ia yakin saat ini sudah lewat dari pukul tujuh pagi, karena cahaya yang masuk dari celah papan penutup jendela, bisa menerangi seluruh kamar.
Kalau suara burung bisa terdengar, mungkin ada celah, gumamnya dalam hati.
Maya bangkit dengan perlahan, melangkah hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Ia mendekati jendela dan mencoba meraba-raba celah di antara papan-papan kayu yang menutupi jendela.
Tangannya gemetar, bukan karena dinginnya pagi, tapi karena ketakutan yang terus menghantui.
Tuhan, tolong hambamu. Semoga ada kayu yang bisa dibuka.’
Namun, semua usaha Maya sia-sia. Papan itu terlalu kuat, tak ada celah untuk membuka.
Ia putus asa dan hampir berteriak, saat tiba-tiba suara mesin mobil terdengar dari arah depan rumah.
Maya tersentak panik, bergegas kembali ke ranjang, kemudian berbaring, dan memejamkan mata, berpura-pura masih tertidur. Jantungnya berdetak kencang, seakan-akan siap meledak kapan saja.
Maya menahan napas, fokus mendengar setiap suara yang dapat ditangkap telinganya.
Suara pintu depan yang terbuka lalu ditutup kembali. Suara kunci diputar, lalu langkah kaki Surya yang mendekat ke kamar.
Ia tetap diam saat suara langkah itu semakin dekat dan berhenti di samping raja, kemudian bunyi kantong plastik dan anak kunci yang diletakkan di meja.
Ia menarik napas dengan sangat perlahan, seiring dengan gerakan kaki yang sangat cepat, menendang sekuat tenaga ke alat vital pria itu.
Surya mengerang keras, tubuhnya terhuyung ke belakang dan terduduk di lantai. Wajahnya memerah menahan sakit dan marah, tetapi suara yang keluar dari mulutnya hanya rintihan kesakitan.
Maya dengan cepat meraih kunci di meja dan berlari ke luar kamar, kemudian mengunci pintunya dari luar, menggunakan gagang sapu yang dikaitkan pada gagang pintu.
Entah dari mana datangnya sapu itu, mungkin Surya yang membawanya. Ia juga tak peduli jika gagang sapu itu patah, setidaknya dapat menahan pergerakan Surya yang pasti berusaha menangkapnya.
"Dasar perempuan gila!" teriak Surya.
Ia berusaha untuk bangun, walaupun burung kesayangannya masih terasa sangat sakit. Membuka paksa pintu kamar, hingga terbuka lebar, serentak dengan patahnya gagang sapu.
“Anjing! Perempuan tak tau diri!”
Ia berlari ke depan, menatap nanar pada pintu depan yang terbuka tanpa ada sosok Maya di sana.
Bergegas ia berlari ke halaman depan, menyalakan mesin mobil, mengejar Maya yang berada sangat jauh dari gerbang depan.
Sementara itu, Maya berlari dengan sekuat melewati jalan setapak di kebun. Napasnya terengah-engah, tangannya masih gemetar memegang kunci. Sesekali menoleh ke belakang, memastikan Surya tak bisa mengejarnya.
Namun, belum sampai gerbang kebun, mobil Surya sudah berada semakin dekat, dan berhenti tepat di depannya.
Dengan kasar, pria itu menarik lengan Maya dan menyeretnya masuk ke dalam mobil.
Maya meronta-ronta, tapi tenaganya kalah jauh dibandingkan dengan Surya yang lebih kuat.
"Beraninya kamu coba-coba kabur!" Surya menggeram dengan nada marah.
Mobil berhenti tepat di depan rumah, dan Surya menarik paksa Maya keluar dari sana, dan menyeretnya masuk ke rumah.
“Perempuan anjing! Siapa yang mengizinkan kamu kabur, hah?”
Surya memukul Maya dengan membabi buta. Setiap pukulan dan tendangan yang dilayangkan dengan kekuatan penuh, menyakiti wanita itu.