Reza Pov
Pagi ini, seperti biasa, ku jalani tugasku sebagai wakil direktur dari salah satu perusahaan yang bergerak di bidang retail makanan modern yang terkenal di Indonesia.
Awalnya, aku sangat fokus dengan analisa laporan penjualan yang dikirimkan oleh staff marketing pada email kantor yang tampil di browser. Namun, di tengah kegiatan itu, konsentrasiku teralihkan pada sosok Naffa, sekretarisku yang berusia di kisaran dua puluhan dan memiliki paras manis bak bintang film dewasa.
Naffa yang mengantarkan surat proposal proyek tampak menawan dengan kemeja putih formal dengan kerah tinggi yang dihiasi dengan dasi panjang berwarna senada pada bagian depan. Kemeja yang menampakkan lekuk tubuhnya tersebut juga dipadukan dengan bawahan kantor berwarna coklat muda yang stylish, membuat kharisma dari wanita anggun itu semakin terpancar jelas.
Sembari menyerahkan proposal proyek padaku, wanita dengan rambut bergelombang berwarna kecoklatan itu menyunggingkan senyum dan berujar, "Silakan diperiksa dulu proposal proyeknya, pak."
Aku pun mengalihkan pandang dari laptop padanya. Perlahan, ku raih proposal yang diletakkan di meja dan mulai membaca setiap detail yang tertulis jelas di setiap paragraf dan bagian. Di saat diriku sedang mencerna maksud yang terkandung dalam susunan kalimat, suara dari Naffa kembali terdengar oleh kedua daun telingaku.
"Istri bapak masih sibuk?" Naffa bertanya sambil duduk di kursi dan menyilangkan kedua kaki jenjangnya.
Aku pun menjeda kegiatan membacaku dan menanggalkan kacamata seraya menjawab, "Yah, masih, tapi udah engga terlalu, Naf."
"Perlu saya temani seperti tiga minggu lalu?" Naffa kembali melayangkan pertanyaan sembari bangkit dari kursi dan menghampiri diriku yang masih duduk di kursi kerja dengan santai.
Pertanyaan itu sukses membangkitkan ingatanku akan malam panas yang sudah ku lalui bersama Naffa di kantor. Di saat ingatan itu muncul, tanpa ku sadari, jarak di antara Naffa dan diriku kini cukup dekat. Ia mulai berlutut dan menyunggingkan senyum miring sambil menatapku dengan sorot mata liar, mengisyaratkan jika dirinya ingin bercumbu denganku.
"Atau mungkin, bapak mau mini service?" Naffa kembali bertanya padaku sembari mendaratkan tangannya pada kepala sabuk yang mengunci sempurna di tengah celana bahan yang ku kenakan. Lalu, sentuhan itu perlahan membelai lembut senjataku yang masih tertidur di balik dalaman.