Jika kau terlahir miskin, benarlah itu bukan kesalahanmu.
Tapi kalau kau mati masih dalam keadaan miskin, itu adalah kesalahanmu.
Di tengah panas terik yang hampir membakar kepala, Ana berjalan pergi ke rumah Haikal, hendak mengajaknya bermain bola di lapangan. Tegar dan teman-temannya yang lain sudah menunggu di lapangan, jadi Ana diminta menjemput Haikal bermain bersama mereka. Tak butuh waktu lama bagi Ana untuk sampai di depan pintu rumah Haikal, hanya sepuluh menit berjalan kaki dari lapangan.
“HAIKAL!!”
Ana mengetuk pintu depan, memanggil.
“OII, HAIKAL!!” Teriakan pertama tidak ada sahutan dari dalam, Ana berteriak kembali, lebih kencang.
“Sebentar.” Haikal akhirnya menyahut dari dalam.
“Kau mau ikut kami bermain bola?” Begitu Haikal membuka pintu, Ana langsung menyampaikan tujuannya yang ingin mengajak Haikal bermain bola di lapangan.
“Tidak bisa. Masih ada satu ember besar pakaian lagi yang harus kujemur.”
“Ke mana mamakmu?”
“Sedang kerja, ikut bantu masak katering di gang sebelah.”
Ana celingukan melihat ke dalam. “Eh, adikmu mana?”
“Dititipkan di rumah bibiku, karena tidak ada yang menjaga di sini.”
Ana ber-oh pelan.