Di Balik Tirai Bursa

Hadi Hartono
Chapter #6

DUNIA TAK LAGI SAMA

Setiap orang punya titik balik. Saat Rica pertama kali melihat pola transaksi yang aneh di bursa Hong Kong, ia tidak menyadari bahwa hidupnya akan berubah total. Hanya dua baris angka—volume perdagangan yang melonjak dalam 14 menit, lalu menghilang seperti bayangan. Tapi dari dua baris itu, muncul rentetan pertanyaan yang menuntunnya pada satu hal: dunia tidak sedang berjalan normal. Ia sedang digerakkan.

Rica Alverina, 29 tahun, jurnalis ekonomi dengan reputasi tajam di balik senyum ramahnya, bukanlah orang yang gampang terpancing. Tapi ia juga bukan tipe yang mengabaikan kejanggalan. Ketika ia menemukan keanehan dalam laporan transaksi lintas bursa, ia tahu ini lebih dari sekadar anomali sistem. Ia mulai menelusuri: siapa yang membeli, siapa yang menjual, dan mengapa begitu banyak aktivitas dilakukan oleh entitas yang bahkan tidak terdaftar di bursa mana pun.

Di balik layar komputer, grafik-grafik berwarna terang menari seperti ilusi optik. Tapi Rica tahu: angka-angka ini bukanlah fakta. Mereka adalah narasi. Dan narasi ini sedang dikendalikan oleh tangan-tangan yang tidak pernah tampil di publik.

Ia menuliskan semua temuannya dalam file terenkripsi. Hanya satu orang yang ia percaya untuk membukanya: John Sagara.

John bukan sekadar mantan analis. Ia dulunya adalah legenda di dunia keuangan Asia Timur. Ia dikenal karena keakuratannya membaca arah pasar, tapi tiba-tiba ia menghilang lima tahun lalu, setelah konferensi tertutup di Singapura. Kabar yang beredar: ia membocorkan keberadaan sistem algoritma bernama "Athena", lalu dibungkam.

Kini, John kembali muncul dalam kehidupan Rica. Mereka bertemu di Bangkok, di sebuah kafe tua yang dipenuhi ekspat dan intel lokal yang menyamar jadi pelancong. John tampak lebih kurus, berjanggut, namun matanya masih tajam.

“Sistem ini tidak mati. Ia hidup. Bernapas. Bereaksi. Dan ia tahu siapa yang mencoba membongkarnya,” kata John lirih, sembari meletakkan USB kecil di atas meja. “Di dalam sini ada data dari tiga tahun terakhir. Transaksi antar-entitas fiktif. Akun anonim yang berpindah tempat setiap 47 jam. Dan satu hal lagi: perintah otomatis dari sebuah sistem yang mereka sebut Athena.”

Rica menatap benda kecil itu seolah sedang memegang serpihan kebenaran. Tapi dalam kepalanya, ia tahu: kebenaran tak pernah datang tanpa harga. Dan harga dari semua ini bisa lebih mahal dari nyawa.

John menjelaskan bahwa Athena bukan sekadar software, melainkan algoritma otonom yang dirancang untuk memalsukan stabilitas. Ia bekerja lewat ribuan entitas, mendorong harga saham tertentu, menekan yang lain, menciptakan sensasi pasar agar investor bereaksi sesuai harapan mereka. Ia adalah simulasi realitas.

“Kalau orang-orang tahu ini,” ujar Rica, “mereka akan panik. Pasar bisa kolaps.”

John mengangguk. “Tapi kalau mereka tidak tahu, sistem ini akan terus hidup dan memperbudak. Kitalah umpan-umpan dalam permainan yang kita bahkan tidak tahu sedang dimainkan.”

Saat malam menebal, Rica pulang ke hotel dengan USB di sakunya. Ia duduk di tepi ranjang, menatap layar laptop yang terbuka tapi belum tersentuh. Di depan jendela kaca, lampu-lampu Bangkok berkedip seperti kilasan kode-kode pasar.

Tapi Rica tahu, yang paling menakutkan bukan angka-angka yang tidak ia mengerti. Yang paling menakutkan adalah betapa nyaris semua orang rela hidup dalam ilusi—selama ilusi itu terasa nyaman.

Rica mengingat masa kecilnya, ayahnya yang kehilangan pensiun karena krisis finansial yang tidak pernah dimengerti siapa pun di kampung halamannya. Ia tumbuh dengan narasi bahwa ekonomi adalah sesuatu yang "terlalu rumit untuk dijelaskan." Tapi kini ia tahu: kerumitan itu bukan karena sistemnya canggih. Justru karena sistemnya sengaja disembunyikan.

Ia kembali membuka file, menghubungkan data dari John dengan temuannya sendiri. Transaksi yang dilakukan oleh akun bernama FZN-298 di Hong Kong ternyata berkaitan dengan penurunan indeks sektor energi di Eropa. Dalam waktu bersamaan, saham farmasi di Nasdaq melonjak. Uangnya berpindah dalam hitungan detik. Tapi semua itu tidak masuk akal kecuali ada satu kesimpulan: transaksi ini diatur untuk memicu reaksi tertentu.

Ia mulai menulis. Bukan artikel, tapi catatan. Semacam jurnal pribadi yang mungkin tak akan pernah dibaca siapa pun kecuali ia mati dibunuh atau menghilang seperti John dulu.

"Athena bukan mesin. Ia adalah cermin. Ia mencerminkan wajah kekuasaan yang telah kehilangan nurani."

Malam itu ia tak tidur. Ketika fajar menyingsing, Rica sudah punya puluhan halaman catatan, skema aliran uang, dan nama-nama yang dulunya hanya muncul di bagian akhir laporan tahunan.

Tapi sebelum ia mengambil langkah lebih jauh, ia butuh satu hal: konfirmasi. Bukan dari regulator, bukan dari kantor berita, melainkan dari satu-satunya orang yang pernah membantu merancang Athena: seorang wanita bernama Xena Belvoir.

Dan dari titik inilah, permainan sebenarnya dimulai.

**

Lihat selengkapnya