Di Balik Tirai

Athiyah Nazifah
Chapter #2

Satu: Teater 404

Hari terakhir masa orientasi sama dengan hari terakhir promosi organisasi yang ada di kampus. Di hari terakhir ini, memang pihak BEM sengaja menyediakan rundown inti yang tak sepadat hari-hari kemarin. Itulah mengapa sejak istirahat makan siang, selasar luar aula utama kampus dipenuhi oleh mahasiswa yang sibuk merayu para mahasiswa baru bergabung dengan mereka.

Berbagai atraksi dan hadiah diberi guna menarik minat para mahasiswa baru. Organisasi Mapala, dengan gantungan kunci bergambar maskot kepunyaan mereka, basket yang membagikan selebaran, padus dengan pin cantik dan lain sebagainya. Sejauh ini padus dan mapala yang memiliki banyak peminat.

“Ada yang liat Bang Wira nggak?”

Seorang pemuda dengan almamater BEM kampus, tak henti bergerak kesana-kemari menanyakan satu pertanyaan yang sama. Ia menghela napas sesaat kala untuk kesekian kali mendapat jawaban tidak. Matanya segera kembali menyusuri keramaian, berharap menemukan sosok yang ia cari.

“Dani, di ruang audio orangnya.”

Mata sang pemuda langsung berbinar cerah ketika anggota BEM lain menyahut dari arah stand palang merah. Dani berteriak mengucap terimakasih sebelum berlari menuju ruang audio aula di lantai 3. Tak ia pedulikan kertas di tangan remuk karena remasan tangan sendiri. Tujuannya hanya satu, segera menemui Wira sebelum waktu bebas segera selesai.

Pintu ruang audio yang dibuka kasar, sukses membuat 3 orang yang berada di dalam sana terkejut bukan main. Bahkan lelaki tinggi di ujung ruangan, telah terbatuk-batuk keras akibat tersedak. Bergegas menegak air putih, mendorong masuk makanan yang masih tersisa di tenggorokan sebelum ia mati konyol.

“Woy! Jangan ngagetin dong!” Mahesa sedikit membentak, sesaat merasa lega bahwa ia takkan mati konyol hanya karena tersedak bumbu rendang. Ia mendelik ke arah Dani yang telah menggesekkan kedua telapak tangannya sebagai tanda memohon permintaan maaf. “Untung nggak mati gue.”

“Lebay banget lu Sa, cuman karena keselek bumbu rendang.” Dari sisi lain ruangan, beberapa kulit kacang terlempar ke arah Mahesa yang dengan mudah berkelit. Seolah sudah terbiasa akan hal tersebut. Pelakunya siapa lagi kalau bukan satu-satunya perempuan yang menjadi pilar dari BEM tahun ini, Nanda. Sekretaris satu BEM itu memang kerap bertengkar kecil dengan Mahesa si wakil ketua BEM walau mereka telah berteman sejak kecil. “Kenapa Dani kok buru-buru? Ada masalah di luar?”

Pertanyaan Nanda barusan, menyadarkan Dani akan tujuan awal. Ia langsung mendekati pemuda berkacamata yang hanya diam sedaritadi, sembari melahap nasi kotak. “Bang, plis izinin gue nggak jadi korlap dulu sampai kelar jam bebas.”

“Lo mau kemana emang?” tanya Wira tenang, beberapa kali adik tingkatnya satu itu menjadi korlap. Ia tak pernah melalaikan tugas, Dani selalu mengerjakan tugasnya dengan sungguh-sungguh walau kadang diiringi keluhan. Itulah mengapa, Wira heran akan permintaan tiba-tiba Dani barusan. Kasarnya ia sedang meminta izin untuk melalaikan tugas meski hanya sesaat. “Modusin cewek?”

“Bang.”

Rengekkan Dani barusan mengundang tawa kecil keluar dari ketiganya, merasa gemas akan ekspresi dari mahasiwa tahun kedua tersebut. “Serius mau kemana?”

Lihat selengkapnya