Hari ini, aku baru tersadar bahwa konsekuensi bersama adalah berpisah. Entah itu takdir yang memaksa atau karena salah satu dari kita yang memilih pergi. Jika kau datang dengan membawa kebahagiaan maka jangan pergi dengan menggoreskan luka.
Sekali lagi aku lupa akan hal itu, hingga seorang wanita yang satu meja denganku ini berhasil mengusik kesadaranku. Ia menyesap secangkir kopi hangat yang terhidang di meja kami sejak lima menit yang lalu. Dari kemarin siang firasatku sudah tidak enak, dimulai sejak nomor Adiel yang tak lain adalah kekasihku, tidak dapat dihubungi, sampai akhirnya muncul panggilan telepon dari seorang wanita yang mengatakan bahwa ia ingin berbicara empat mata denganku. Dan ia adalah ibu dari kekasihku, wanita yang sedang menatapku kini.
“Kau tahu, Aiz. Manusia tidak bisa menentukan takdir hidupnya sendiri. termasuk dalam hal pasangan hidup. Masa depan tidak selalu seperti apa yang kita inginkan.”
Aku menghela napas sejenak kemudian mengangguk tanpa melihatnya.
“Kalian bertemu saat Adiel berkunjung ke Solo, bukan?”