Saat ini rasanya begitu aneh sekali, aku tidak dapat berdiri tegak walaupun sejak tadi diri ini ingin berlari lantas berteriak dengan lantang. Lututku mendadak lemas sekali, begitu tidak bertenaga. Sebegitu hebatnyakah pengaruh hati terhadap raga. Tenggorokanku panas karena menahan tangis, lantas menelan air ludah pun rasanya sangat pahit, sedahsyat inikah rasanya ditinggalkan olehmu? Semenderita inikah? Haruskah aku menyesali pertemuan denganmu? Bagaimana bisa aku membenci takdir Tuhan yang telah mempertemukan kita?
Aku menyuruput kopi kedua yang terhidang di meja. Rasanya sangat pahit. Ah, bukan kopinya yang pahit namun keadaan hatiku yang membuat rasanya menjadi pahit ketika melewati tenggorokan.
Setelah wanita itu memutuskan pergi, aku memang tetap berada di mejaku hingga berjam-jam, penghuni meja yang tepat berada di depanku telah berganti puluhan kali. semua pegawai kafe itu pun berkali-kali melirikku. Empat gelas kopi susu manis sudah kuhabiskan, dengan harapan bisa memberi sedikit rasa manis untuk hatiku saat ini. Namun itu tidak membantu sama sekali.
Setiap lima menit sekali handphone-ku bergetar. Namun kuabaikan.
“Mbak, anda baik-baik saja?” ujar seorang waiter, aku kebingungan lantas menoleh ke arah sumber suara. Kemudian mengangguk seraya memaksakan senyum.
“Dari tadi hp mbak bergetar terus, ada panggilan tapi mbaknya bengong terus.”
“Ah, iya terima kasih sudah mengingatkan.” Jawabku.
Dia mengangguk seraya tersenyum ramah.