Manusia Yang Telah Ditakdirkan

Relung Fajar Sukmawati
Chapter #3

Surprise Tak Terduga (Sakura)

Sudah tiga pekan aku menjadi mahasiswa resmi fakultas psikologi universitas Istanbul. Menyenangkan, aku mempunyai banyak teman dari berbagai negara. Dari negaraku sendiri ada empat orang, aku, Aisha, Wildan, dan Tasya. Di antara kami berempat, hanya Tasya saja yang mengantongi beasiswa turkiye burslari, lainnya murni biaya mandiri.

Istanbul baru saja memasuki musim panas. Suhu cuaca setiap harinya berkisar antara 21 sampai 23 derajat celcius, bisa dikatakan lebih hangat dari musim kemarau Indonesia. Atmosfer kota yang bersahabat membuatku ingin meluangkan waktu untuk bertamasya di laut, menikmati sunset sambil sesekali menyeruput teh hangat.

Satu panggilan vidio call whatsapp masuk, kak Ray.

“Halo princess Sakura, how are you there?” seru kak Ray. Seperti biasa, wajahnya selalu menunjukkan keceriaan.

“Alhamdulillah baik, Kak Ray gimana kabarnya? Lagi di kantor ya?” aku mencoba menebak. Jika Istanbul masih pukul enam pagi, dapat dipastikan Surabaya sudah mau menjelang siang, kira-kira pukul sepuluh pagi, dan itu berarti kak Ray sedang berkutut di depan layar laptop, mengamati statistik penjualan produk bisnisnya.

“Iya lagi di kantor, terus tiba-tiba kangen sama Adik tersayang! Oh ya, alfa mabruk Dik. Lekas dewasa, ya!” kak Ray tersenyum, manis sekali. Keromantisannya padaku tak pernah pudar barang sedikitpun.

“Iya, makasih Kak! Kak Ray kapan nikah?” entah sudah berapa kali aku bertanya perihal nikah. Usia kak Ray menginjak 30 tahun, bukan usia muda lagi bagi seorang lelaki.

“Belum ada yang cocok nih, Dik!” aku mencibir. Apa benar belum cocok?

“Kakak terlalu pemilih mungkin!” obrolan pagi ini berubah menjadi sedikit tegang. Bukannya aku ingin merusak suasana, tapi aku khawatir saja dengan kak Ray. Apa sih yang masih hendak dicari? Kak Ray tampan, berpendidikan, mapan, sosok pria idaman deh pokoknya!

“Perihal menikah, cepat atau lambat semua orang pasti mengalami!” senyum Kak Ray kian menepis, aku jadi nggak enak hati.

“Ada satu hal yang masih harus Kak Ray selesaikan, doakan ya Dik Sakura, putri kecil Kak Ray!” aku memanyunkan bibir. Usiaku 19 tahun, masih saja ia memanggilku putri kecil.

“Kak Ray kapan ada waktu luang? Di sini lagi musim panas loh Kak, paling seru buat pergi ke pantai!” aku nyengir, berharap kak Ray memahami ucapanku.

“Kapan Sakura libur kuliah?”

“Em, Sabtu dan Ahad. Em, maksudnya?”

“Halah, pura-pura nggak paham. Sakura lagi ngode Kakak kan? Insyaallah minggu pertama bulan Juli kak Ray ke sana, ngajak Sakura tamasya!”

“Beneran?” mataku melebar. Ah, senang sekali punya kakak peka seperti kak Ray.

“Iya,” kak Ray menyeringai, memperlihatkan barisan rapi gigi putih. Aku mengepalkan dua tangan, mengekspresikan kebahagiaan tak terkira.

"Oke, kita sudahi dulu ya vidio call-nya. Semangat belajar Sakura, tetaplah menjadi Adik kebanggaan Kakak. Assalamualaikum!” aku menjawab ucapan salam kak Ray.

Di kalender kecil samping kasur, aku segera menandai pekan pertama bulan Juli, kedatangan kak Ray di Istanbul. Aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang akan datang, banyak sekali mahasiswi Indonesia penyandang gelar sarjana yang sedang menempuh pendidikan magister. Semoga saja salah satu di antara mereka mampu memenangkan hati kak Ray.

“Sakura, yuk ke ruang tengah, kita makan bersama!” kak Najwa mengetuk pelan pintu kamar.

Lihat selengkapnya