Di Bawah Langit Malam

Adri Adityo Wisnu
Chapter #3

Chapter 3

Dua tahun kemudian.

“Selamat ulang tahun, kami ucapkan. Selamat ulang tahun, kita kan doakan.” Harta dan Nia bernyanyi seru sambil bersimpuh di sebelah kiri dan kanan Nugi yang berdiri menghadap kue berukuran besar berhias lilin angka dua diatasnya.

“Ayo Nugi, tiup lilinnya.” Nia berkata sambil pura-pura meniup lilin ulang tahun. Nugi mengikuti. Ia meniup pelan sehingga apinya masih tetap menyala.

“Sekali lagi, Nugi!” Harta menyemangati anaknya. Nugi mendekatkan wajahnya ke lilin dan meniup lebih kencang sehingga apinya padam. Ketiganya bertepuk tangan. Nia mencium pipi Nugi dengan gemas sementara Harta mengusap kepala anaknya lembut. Nia lalu menengok sekelilingnya dan mendapati sulungnya tengah duduk di kursi meja makan sambil membaca komik.

“Mas Kulan, sini! Kasih selamat dong ke adeknya. Cium, kek.”

Kulan mengganjal halaman komik dengan tusuk gigi lalu menghampiri adiknya kikuk. Ia mencium kepala Nugi dengan ujung hidungnya. Sangat singkat. Nia hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. Kulan bergegas kembali ke meja makan, melanjutkan membaca komiknya.

“Potong kuenya, potong kuenya, potong kuenya sekarang juga!” Harta kembali bernyanyi. 

“Oh iya, waktunya kita potong kue!” Nia mengambil pisau dan piring kecil, lalu menoleh ke arah Nugi. “Nugi mau kue yang paling besaaar?”

Yang ditanya mengangguk penuh semangat. Nia tertawa dan lanjut berkata, “Oke deh, Nugi dapet yang paling besar, ya!” Nia memotong kue dan memberikan potongan terbesar ke Nugi, yang menerimanya sambil langsung mencium pipi mamanya. Tingkah tersebut membuat kedua orang tuanya tertawa. Kecuali Kulan yang melirik dari atas buku komiknya.

“Mas Kulan, sini, makan kue!” Harta mengajak Kulan yang pura-pura asyik membaca buku.

“Emang masih ada?” Tanya Kulan sok cuek.

“Ada. Ini mama udah potongin buat Mas Kulan.” Nia mengangkat piring dengan potongan kecil kue. Kulan mengambil piring tersebut sambil melirik sebagian kue yang masih utuh.

“Ini buat Nugi makan lagi nanti yaaaa.” Nia berkata pada Nugi dan membawa kue tersebut ke kulkas. Kulan memakan kue sambil melihat Nugi yang asyik mencolek krim pada kuenya.

Kue di piringnya sudah habis, Kulan berjalan ke dapur sambil membawa piringnya untuk diberikan ke mamanya yang kebetulan tengah mencuci piring.

“Ma….”

“Ya, nak?” Nia menjawab tanpa menengok.

“Ulang tahun aku kan bentar lagi, nih. Kalau aku pengen ulang tahunnya dirayain sambil ngundang temen-temenku, boleh nggak?”

“Hmm…”

Kulan menunggu jawaban mamanya, tapi hening. Hanya terdengar suara air keran dan piring yang beradu pelan sesekali.

“Kayak Babon tahun lalu itu loh, Ma. Inget kan?” Kulan melanjutkan, masih berusaha membujuk mamanya. Nia tersenyum dan menengok ke arah anaknya yang masih memegang piring.

“Emang kamu mau ngundang siapa sih, Mas? Perasaan Mama liat kamu kalau main sama Babon doang.”

“Ya… Temen-temen lain di sekolah kan ada, Ma.” Jawab Kulan pelan. Nia hanya tersenyum pada anaknya dan lanjut mencuci piring-piring. Kulan masih berdiri menunggu tanggapan Mamanya. Karena mamanya masih diam saja, ia lalu mengangkat bahu, meletakkan piring di pinggir wastafel, kemudian berjalan menuju kamar.

“Mas.”

“Iya, Ma?” Kulan menengok penuh semangat.

“Bantuin Mama cuci piring dong sini.”

“Yah, Ma….” Kulan mengeluh keras.

“Eeeh kenapa? Nggak mau bantuin Mama? Masa bantu Mama sekali-sekali aja nggak mau?”

“Yaudah, yaudah.” Gerutu Kulan pelan. Ia berjalan malas-malasan sambil merengut.

“Ini, coba cuci piring bekas Mas. Pelan-pelan ya, jangan sampe pecah. Ini sponsnya udah mama kasih sabun, nggak usah disabunin lagi. Belajar cuci piring sendiri, ya.”

Kulan mengangguk dan mulai mencuci piring. Nia mengawasi di sebelahnya.

“Mas, Babon tuh nama aslinya siapa, sih?”

Kulan menghentikan kegiatan mencuci piringnya dan tampak berpikir keras.

“Siapa ya, Ma? Kok aku lupa, ya….”

Lihat selengkapnya