Setelah perpisahan di pesantren, Hasan kembali ke desa kecilnya yang berlokasi di pinggiran kota. Ia disambut dengan hangat oleh keluarganya yang telah lama merindukannya. Ayahnya, seorang petani sederhana, terlihat bangga melihat Hasan pulang membawa ilmu agama yang diharapkan bisa bermanfaat bagi masyarakat.
“Hasan, kau pasti akan menjadi penerang di desa ini,” ucap ayahnya dengan nada haru.
Hasan hanya tersenyum. Ia menyadari bahwa tanggung jawabnya kini lebih besar. Ia harus menjadi contoh bagi masyarakat sekaligus membuktikan bahwa pendidikan pesantren bisa membawa perubahan positif.
Di sisi lain, Aisyah kembali ke rumah orang tuanya di kota. Keluarganya adalah keluarga terpandang di lingkungan mereka, dan banyak yang berharap Aisyah melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi. Tanpa membuang waktu, Aisyah mendaftar ke salah satu universitas Islam terbaik untuk mendalami ilmu pendidikan.
Hari-hari Hasan di desa diisi dengan mengajar anak-anak mengaji di musala kecil. Ia juga membantu ayahnya di sawah, meskipun banyak tetangga yang merasa heran melihat seorang lulusan pesantren masih bekerja sebagai petani.
“Hasan, dengan ilmu yang kau punya, kenapa tidak mencari pekerjaan di kota?” tanya Pak Soleh, tetangga dekatnya.
“Rezeki itu ada di mana saja, Pak. Selama saya bisa bermanfaat di sini, saya akan tetap tinggal,” jawab Hasan sambil tersenyum.