Arka duduk di depan cermin besar di kamarnya, matanya tertuju pada bayangannya yang memantul dengan cara yang... salah. Ketika ia bergerak sedikit ke kanan, bayangannya tetap diam, seperti menunggu sesuatu. Ketika ia bergerak ke kiri, bayangannya tetap tak bergerak, hanya menatap kosong.
Sudah beberapa hari cermin itu ada di kamarnya, tetapi semakin lama, cermin itu justru semakin terasa seperti penjara. Seperti ada sesuatu yang mengamatinya dari balik kaca itu, menunggu saat yang tepat untuk keluar.
"Apa yang kau lihat, Arka?" bisik Arka pada dirinya sendiri, suara parau karena rasa cemas yang mulai menggerogoti pikirannya. Tapi entah kenapa, jawaban dari bayangannya bukanlah kata-kata. Bayangannya tersenyum. Bukan senyum yang bisa dijelaskan oleh manusia, tapi senyum yang seolah tahu lebih banyak daripada yang Arka inginkan.