Di Hadapan Cinta Semua Tubuh Sama

Ade Mulyono
Chapter #6

ENAM

 

Juli 2017

Dibubarkan Hizbut-Tahrir Indonesia disambut tepuk tangan meriah oleh sejumlah kalangan. Terutama yang pro dengan pemerintahan Jokowi. Terlepas dari isu politik, Valen, sumringah mendengar HTI dicap organisasi terlarang. Dengan begitu, semua yang terafiliasi HTI juga ikut dilarang. Tidak terkecuali Jaringan Mahasiswa Islam di kampusnya juga ikut dibubarkan. Dicap ilegal.

Bersama rekan-rekannya Valen merayakan putusan pemerintah dengan membagikan nasi kotak gratis di depan kampus. Spanduk sepanjang tiga meter dengan tulisan provokatif: BUBARKAN HTI DAN AFILIASINYA DI KAMPUS-KAMPUS.

Mahasiswa yang pro JMI dibuat geram melihat aksi Valen dan rekan-rekannya merayakan putusan pemerintah membubarkan HTI. Salah satu pentolan JMI segera mengumpulkan rekan-rekannya untuk melakukan konsolidasi menanggapi keputusan kampus yang langsung mengeluarkan surat edaran: semua yang terafiliasi dengan HTI dilarang beraktivitas di kampus.

“Wiranto, kurang ajar,” pekik pentolan JMI itu yang diketahui bernama Abdul. Itulah ucapan terakhirnya saat melihat semua atribut JMI dan HTI dilucuti.

Di kantin Gibran sedang asyik ngopi seorang diri. Ia masih teguh dengan sikapnya: tidak setuju dibubarkannya HTI. Putusan pemerintah mengesahkan perpu pembubaran Ormas lebih tampak dengan muatan politis ketimbang alasan ideologis. Pendeknya hanya untuk menggebuk lawan politiknya.

Ditemani Sajak Potret dalam Pembangunan, karya Rendra, segelas kopi, dan sebungkus rokok, Gibran melamun memikirkan banyak hal. Berbagai masalah datang silih berganti seperti tidak ada habisnya. Kerusuhan malam itu yang membuat Joe dan Axel mendekam semalam di kantor polisi berbuntut panjang: nama PINK semakin tercoreng.

Terlebih semenjak kejadian itu, Joe mendadak berubah drastis. Ia menjadi pendiam dan susah diajak berkumpul seperti biasanya. Sudah seminggu ini ia menolak bergabung dengan anggota PINK lainnya dengan berbagai alasan.

Saat disinggung mengenai perubahan Joe, Axel hanya menggelengkan kepala. Ia sama sekali tidak tahu alasan Joe memilih menjauhi rekan-rekannya.

Tanpa sepengetahuan Gibran, tiba-tiba Marwah tiba-tiba muncul membawa senyum. “Assalamualaikum?”

“Hai, lama tak jumpa. Silakan duduk,” balas Gibran menyambutnya Marwah.

“Maaf mengganggu wakktumu.”

“Sama sekali tidak. Baru kelihatan ke mana saja?”

“Ya, sibuk tugas kuliah saja.”

“Mau minum apa?”

“Seharusnya aku yang menawarkanmu?”

“Apa yang kamu bawa?”

Lihat selengkapnya