Siang itu cuaca mendung. Udara lembap. Pengap.
Di rumah Klara semua anggota PINK berkumpul kecuali Marwah dan Joe. Nama terakhir sudah tidak bisa lagi dihubungi. Keadaannya pun tidak ada yang tahu, apakah sakit atau mati. Axel sudah putus asa. Ia pernah menyambangi rumahnya sebelum bogeman security membuat kepalanya benjol. Ia kapok. Tidak tahu lagi setelahnya. Barangkali seterusnya.
“Di rumah ini, di ruangan ini sepuluh tahun lalu PINK didirikan. Dan di ruangan ini pula PINK akan kembali bersemayam ke tempat peristirahatannya,” kata Klara duduk di kursi paling tengah yang berhadapan langsung dengan Gibran. “Aku tidak tahu apa yang akan terjadi hari Senin besok. Mungkin kalian sudah tahu isu yang berkembang. Sungguh aku terkejut dengan laporan anak-anak eks JMI. HTI. Mereka tidak-tidak main saat membuat laporan. Info yang aku dengar potongan video YouTube PINK lengkap dengan menit dan detik ke berapa membicarakan LGBT juga dijadikan barang bukti.”
“Seandainya kita tidak menerima Marwah, semua ini tidak akan terjadi,” Anna menimpali sambil memegangi ujung roknya.
“Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam rumah tangga PINK. Apakah kalian saling tikam dari belakang, memusuhi, membenci atau seperti apa?”