Pagi yang ramah. Matahari bersinar terang di atas awan putih yang beriring.
Di stasiun Gambir mereka berlima; Valen, Marwah, Axel, Anna, dan Gibran berkumpul untuk berpisah.
Marwah dan Gibran menyalami teman-temannya. Sebentar lagi kereta api akan membawanya ke Kadipiro—Surakarta.
“Ada apa Valen, mengapa menangis?” tanya Gibran menyaksikan Valen dan Marwah—dua perempuan yang memberi warna dalam hidupnya sedang bertukar pelukan dan tangisan.
“Banyak hal yang kami lewati bersama Marwah dan putri kecilmu. Hanya dalam kedipan mata kamu mengambilnya, merampasnya,” balasnya.
“Tolong jangan menangis sedan sedu seperti itu. Kalian berkumpul di sini bukan untuk melepaskan kami berdua pergi, tetapi memastikan kami kembali."
Valen menghampiri Gibran dan memeluknya dengan erat.