Suasana malam ini tidak seperti biasanya. Awan yang mulai menghitam sejak tadi sore, kini sudah tidak kuat lagi menahan tangis yang melenyapkannya dari angkasa. Memang tidak begitu lebat, tapi gerimis yang disertai angin kencang, serta bintang dan bulan yang enggan menyinari gelap hati manusia berhasil menciptakan latar suasana yang mencekam. Malam ini ibu kos Putri Mandiri mengumpulkan seluruh penghuni kamar kos di ruang tengah. Ada yang hendak dibicarakan terkait permasalahan anak kosnya.
“Ada apa sih kok kita disuruh kumpul? Tumben banget, biasanya juga nggak pernah kan?” Tanya Mentari ke Fira yang duduk di sebelahnya. Mereka memang sudah berteman sejak SMA dan kebetulan sekali mereka kuliah di universitas yang sama sehingga mereka ngekos di tempat yang sama pula. Sebenarnya yang duluan dapat kos ini Fira, barulah Mentari memutuskan untuk ngekos juga di sana atas kesepakatannya bersama Fira. Teman lama tentu sangat membantu ketika hidup di tempat baru yang jauh dari rumah.
“Mana kutahu. Kan aku baru balik dari kampus, huh... mana aku belum mandi lagi. Badan rasanya risih semua nih.” Keluh Fira yang baru pulang dari rapat tapi disuruh merapat ke ruang tengah kosan yang langsung bersinggungan dengan balkon.
“Mbak, kita dikumpulin buat apa sih?” Mentari masih saja penasaran dengan agenda yang tidak pernah ada sebelumnya selama setengah tahun lebih dia ngekos di sini.
“Kagak tahu juga gua, Ri. Selama gua tinggal empat tahun di sini belum pernah tuh ada acara kayak beginian.” Tata, senoir kos yang berasal dari Tangerang, juga tampak bingung.
“Tunggulah, bantar lagi ibu kos datang nya tu buat jelasin.” Papar mbak kos lainnya, Ucik yang masih kental logat Minangnya.
Sementara mereka masih dengan kebingungannya, ibu kos datang menghampiri mereka. Bersamaan dengan itu, Jesika keluar dari kamarnya, lalu memilih duduk di ruang yang masih kosong, di samping Reina.
“Sudah lengkap semuanya? Tu, dua, tiga, kok cuma enam? Siapa yang belum ada?”
“Wiwik makrab organisasi, Mbak.” Jelas Tata. Anak-anak kos memanggil ibu kos dengan sebutan mbak karena umurnya tidak terlalu terpaut jauh, paling sama Tata hanya berselang enam tahunan. Lagi pula, dia belum punya anak.
Semua anak kos bersiap mendengarkan apa yang hendak disampaikan ibu kosnya dengan saksama.
“Okelah kita mulai saja ya pembahasan malam ini.” Ibu kos menatap sekilas ke arah Jesika sebelum melanjutkan ucapannya. “Selama aku membuka kos ini belum pernah sekali pun aku ngumpulin anak kos seperti malam ini. Aku juga nggak pernah menerima kasus yang seperti ini di kos-kosanku. Langsung saja, aku nggak ingin bertele-tele. Fira kenapa kamu nggak suka sama Jesika? Mandi saja nggak mau di kamar kalian, ndadak numpang di kamar mandinya Mentari segala!”
Fira sangat kaget mendapat pertanyaan yang tiba-tiba itu. Begitu pula dengan penghuni kos lainnya, termasuk Mentari yang namanya juga kesebut. “S-s-saya, Mbak? Saya biasa saja kok.” Fira menjawab dengan terbata-bata.