Aku dan teman-teman satu kelas melayat ke rumah Unggah. Sepulangnya Unggah bersama Pakliknya tadi, Bu Gina minta izin pada kepala sekolah untuk melayat ke rumah Unggah. Kepala sekolah tentu saja mengizinkan. Selain Bu Gina, ada beberapa guru lain yang ikut serta, termasuk kepala sekolah.
Unggah tampak sedih ditinggal bapaknya, dia menangis, padahal Unggah pagi sebelum berangkat sekolah masih ngobrol dengan bapaknya. Unggah tak punya firasat apa pun, bapak hanya titip pesan pada Unggah untuk menjaga ibu kalau bapak tak ada. Unggah hanya berpikir, kalau bapak hanya pergi mulung, Unggah tak punya pikiran macam-macam. Ternyata itu pesan bapak terakhir untuk Unggah.
Kata Paklik, pagi tadi, bapak Unggah tiba-tiba jatuh dari balai-balai, saat dia batuk tiada henti, puncaknya bapak muntah darah. Bapak tak sempat dibawa ke rumah sakit terdekat karena bapak sudah tak sadarkan diri, nadi dan jantungnya juga sudah tak berdetak. Ibu hanya sempat memanggil Pak Kusno, mantri dekat rumah Unggah untuk memeriksa bapaknya. Pak Kusno bergegas mengikuti ibu, sampai di rumah Unggah, Pak Kusno langsung memeriksa nadi dan jantung bapak. Pak Kusno hanya menggeleng kepala sambil berucap, "Innalillahiwainnailaihirajiun".
Beberapa tetangga Unggah sudah hadir di rumah Unggah saat Pak Kusno memeriksa Bapaknya. Paklik dikabarin Bu Darmi tetangga sebelah Unggah. Kebetulan, rumah Paklik tak jauh dari rumah Unggah, Paklik langsung bergegas ke rumah Unggah untuk melihat kakak iparnya itu. Bapak pun disemayamkan di ruang tamu, semua dibantu oleh tetangga mereka.
Unggah tak menyangka bakal ditinggal bapaknya secepat itu. Seperti petir menggelegar di siang bolong. Guru-guru dan kepala sekolah menghibur Unggah agar dia tetap sabar dan tawakal. Unggah hanya mengangguk. Dalam hati, Unggah sudah bertekad untuk menjaga dan membantu ibunya seperti pesan bapak terakhir.
Kepergian Bapak Unggah itu terjadi saat Unggah dan aku masih duduk di kelas 2 sekolah dasar. Unggah dan aku jadi semakin dekat dan akrab. Unggah selalu kesepian dan suka termenung sejak kepergian bapaknya. Aku melihat Unggah duduk termenung di balai-balai tempat bapaknya biasa duduk sebelum memulung. Aku jadi khawatir dengan sikap Unggah itu, dia jadi enggan melakukan aktivitas lain selain sekolah. Unggah masih sedih ditinggal bapaknya, dia merasa tak punya teman dekat lagi untuk menghibur dan membuatnya tertawa. Permainan asap rokok bapaknya tak akan pernah dia nikmati lagi. Unggah jadi benci dengan rokok, rokok menyebabkan bapaknya meninggal.
Aku pun mendekati Unggah, ingin menghiburnya, selama ini kami memang tak begitu akrab. Kesedihan dan kehilangan bapaknya, membuat Unggah dekat denganku. Unggah butuh teman untuk mendengarkannya. Unggah butuh teman bercerita. Awalnya, aku hanya mendengar ceritanya, Unggah mengeluarkan unek-uneknya. Aku biarkan Unggah cerita tentang bapaknya semasa hidup dulu. Aku hanya mengangguk dan memberi tanggapan kalau Unggah bertanya.