Bapak berkoar sambil jalan
Kata tak henti meskipun lelah
Banyak ajar dalam mainan
Bisa jadi lawan masalah
Jendela. Entah mengapa, meski sempat dibilang suka melamun di sana, aku sering mengunjunginya. Bagiku, melihat jendela seperti melihat dunia, tidak seperti pemandangan yang serba tembok. Kalau beruntung aku juga bisa melihat satu dua teman yang melintas.
Seperti kali ini, tiba-tiba ayah dan ibu sudah di sisiku, di depan jendela. Pandangan mereka pun sama, menatap jalanan seberang pagar yang menampilkan satu dua kawan yang ceria seakan tiada masalah. Dalam posisi itu, ayah dan ibu pun mulai berpetuah bin nasihat.
Mereka paham kalau aku suntuk setelah nyaris sebulan di dalam rumah saja. Apalagi, belajar di rumah telah diperpanjang hingga 29 Mei 2020. Artinya, hingga selesai lebaran, aku tak akan menginjakkan kaki di sekolah. Dan, ini bisa saja akan diperpanjang lagi jika keadaan belum membaik.
Mereka juga paham kalau tugas-tugas dari sekolah semakin sedikit, tidak seperti di awal masa belajar di rumah. Menurut mereka, guru-guru bisa saja suntuk juga. Bayangkan saja, setiap hari memberi tugas jarak jauh dan sama sekali tidak ada pertemuan langsung dengan murid. Biasanya, selalu ada kejadian yang menyenangkan atau malah mengejutkan di sekolah, kini hal itu tentu tak bisa ditemukan. Guru-guru pasti jenuh mengetik di gawai lalu mengirimkannya ke orangtua murid dan setelah itu menunggu jawabannya. Semuanya serba tugas dan tugas. Kalau di sekolah kan tidak, guru bisa memberikan catatan atau malah tanya jawab langsung. Bahkan, bisa bernyanyi bersama hingga bermain teka-teki tentang pelajaran.
Aku jadi tersenyum mendengar petuah ayah dan ibu itu. Bukan, bukan karena menganggap petuah itu sudah basi, tapi karena saat belajar di sekolah dulu ada kejadian yang menyenangkan. Saat itu, Pak Ahmad guru bahasa Indonesia mengajak bermain pantun teka-teki. Nah, setiap pertanyaannya selalu bisa kujawab. Pak Ahmad jadi pura-pura merajuk, gayanya mirip anak kecil yang menangis.