Pagi ini setelah sarapan sereal, Dika pergi ke meja komputernya. Dia terlihat masuk ke sebuah akun YouTube. Tangannya terlihat memainkan mouse. Bunyi klik-klik kemudian terdengar. Setelah itu, dia duduk bersandar dengan kaki berada di atas meja.
Beberapa menit kemudian, bunyi pintu terbuka dengan keras. Sepasang mata yang meradang terlihat. Laura berjalan tergesa-gesa untuk menemui Dika. “Dika! Lu ngapain menghapus separuh dari vidio-vidio kita?” bentaknya.
“Gue habis putus dari Amelia. Dan terdapat di vidio-vidio itu, terdapat suara Amelia. Jadi, mesti gue hilangin,” jawab Dika dengan datar sambil membelakangi Laura.
“Lu gila ya. Lu nggak bisa gitu dong. Bagaimana pun juga, itu hasil kerja keras tim kita selama ini. Lu nggak bisa tiba-tiba membuat keputusan hanya didasar perihal pribadi asmara lu. Lu harus profesional dong. Lu nggak bisa memasukkan asmara lu dalam pekerjaan.”
Dika memutar kursinya untuk menghadap ke Laura. Sambil menatap Laura, dia berkata, “Sorry, Laura. Gue minta maaf banget. Untuk masalah ini, anggap aja sebagai pengecualian. Gue juga mikir kok. Ini yang gue hapus juga yang ada suaranya Amelia aja, yang berisikan lagu yang dikover dia. Untuk selainnya enggak.”
“Ya enggak bisa gitu, dong. Mau yang ada suara Meli atau enggak, lu nggak bisa gitu dong. Itu namanya lu ingin maunya sendiri. Lu masukkin unsur asmara pribadi lu dalam pekerjaan. Nggak seharusnya lu gitu.” Laura menunjuk Dika.
Dika turun dari kursi dan berjalan ke arah Laura seraya berkata, “Bukannya selama ini lu juga memasukkan asmara lu dalam pekerjaan? Bukannya lu berduaan dengan Jo dalam job-job kita?”
“Tapi, gue nggak kayak lu. Gue nggak pernah memasukkan asmara pribadi gue dalam segala keputusan tim ini. Asmara ya asmara. Pekerjaan ya pekerjaan.”
“Ya benar. Lu memang nggak bisa memasukkan unsur asmara lu dalam masalah keputusan tim dan gue bisa. Lu tahu kenapa?” Dika bergerak satu langkah ke depan seraya menunjuk dirinya sendir sambil berkata dengan mantap, “BECAUSE, I AM THE BOSS!”
Beberapa menit sebelumnya, Jo sedang duduk santai untuk melihat acara televisi. Tiba-tiba, dia diberi pesan oleh Laura lewat WA yang berbunyi bahwa Dika menghapus puluhan vidio di akun YouTube Mahardika Wedding and Story. Jo seketika bertanya bertanya alasan di balik itu semua kepada Laura. Laura menyatakannya dalam pesan singkat: “Gue sekarang dalam perjalanan untuk bertanya ke Dika langsung.”
Saat itu Jo segera tahu bahwa akan ada masalah yang benar-benar gawat. Sebelum pergi ke rumah Dika, dia memberitahu Andre tentang apa yang terjadi. Saat berkendara, dia menggeber motornya begitu cepat. Dia takut terlambat. Dia tahu walaupun Laura adalah seorang perempuan, Laura adalah tipikal perempuan temprament. Jika Laura marah, Laura bisa menjadi lelaki dadakan.
Kini, Jo baru saja tiba di depan rumah Dika. Begitu dia sampai, dia melihat Laura menggebrak pintu, menoleh ke belakang, mengacungkan jari tengah ke arah seseorang yang berada di dalam rumah seraya berkata, “Fuck you!”
Laura berjalan ke arahnya. Dia bertanya kepada Laura yang berwajah marah, “Laura, lu kenapa?”
“I MUST GOTTA OUT FOR THIS FUCKIN TEAM!”
Jo berlari ke dalam. “Dika, lu ngapain menghapus vidio-vidio YouTube kita?” tanyanya.
“Gue harus menghapus segala hal yang berbau mantan,” jawab Dika.
‘Oh, jadi lu habis putus. Jadi, karena itu.” Jo mendekat ke arah Dika dan memiting kerah baju Dika. “Tapi lu nggak bisa berbuat semena-mena itu, bangsat!”
“Gue bisa. Lu ingin tahu kenapa gue bisa? Because I am the Boss!”
Jo mengambil kuda-kuda untuk memukul Dika. Tiba-tiba, badannya ditarik ke belakang oleh seseorang yang kehadirannya tidak disadari olehnya. Dia adalah Andre. Andre berkata, kepadanya, “Jo, Jo, Jo! Kendaliin emosi lu.”
Jo berhasil ditarik mundur. Setelah itu, Jo pergi seraya berkata kepada Andre, “Dre, gue dan Laura, mengundurkan diri dari tim ini.”
Saat Jo pergi, Dika menatap ke arah Jo yang tak berekspresi biasa saja seolah-olah tidak ada rasa bersalah sedikit pun. Bahkan, dia melihat Dika kembali duduk di kursi kerja di depan komputer, kaki menyelonjor di atas meja, dan bersandar sampai kursinya miring.
Andre pun pergi seraya berkata, “Lu akan menyesali semuanya.”
Dalam beberapa hari ini, Eni tidak terlihat di studio. Rupanya, dia sedang berjuang untuk menemani sang bunda yang sedang sakit. Malam ini, Andre, dan Laura, berada di rumah sakit untuk menemani menjenguk.
Setelah menunggu lama, Andre, Jo dan Laura, akhirnya melihat Eni keluar dari kamar sang bunda. Mereka bertiga melihat Eni yang bercucuran air mata. Mereka terdiam menunggu Eni berkata-kata. Akhirnya, dengan lirih Eni berkata, “Bunda gue ... udah meninggal.”