Ketika Runi berjalan menuju rumahnya dan bertemu dengan Tia teman lamanya yang merantau ke luar kota, maka di tempat lain ada Danu yang secara halus di dorong oleh orang tuanya untuk bicara berdua dengan Putri.
Danu bukan pria bodoh, dia paham maksud bapaknya dan bapak Putri, jika pertemuan siang ini di atur untuk perjodohan.
Ya, siapa sih pria yang mau menolak duduk berdua dengan seorang wanita cantik. Apalagi di sisi lain, Danu masih belum terikat status pernikahan, meski dia sudah punya kekasih hati.
"Maaf ya Mas, sudah buat kamu gagal," ucap Putri membuka pembicaraan.
Mulut Danu tak langsung terbuka untuk menjawab, dia menatap lebih dulu ke arah langit, sedang mendung. Dia bisa melihat langit, karena saat ini dirinya dan Putri sedang duduk di teras rumah.
"Gagal apa ya?" Danu balik bertanya sambil menatap Putri.
Mereka duduk bersebelahan, jadi jika Danu ingin sepuasnya melihat wajah rupawan Putri, dia harus mengganti posisi duduknya. Dia memilih itu, menggeser kursinya agar bisa duduk berhadapan dengan Putri.
"Mas tadinya mau pergi kan?" Putri tersenyum.
Danu menelan ludahnya, ternyata barisan gigi Putri jauh lebih baik dari gigi Runi, milik Putri pun lebih kecil dan putih dibanding Runi yang agak besar bentuk giginya.
"Mas lihat apa?" tanya Putri menggoda.
"Oh, lihat wajahmu. Kok, bisa ya garis mukamu itu tergores sempurna, tulang pipi yang bagus, bentuk sudut mata menegaskan betapa tajamnya sinar matamu, terus garis tarikan bibirmu saat tersenyum beuh bikin melayang," puji Danu.
"Ih, gombal! Aku yakin, Mas pasti sudah punya pacar kan? Mulutnya manis sih!" Putri menatap tajam.
Tangan Danu cepat memberi lambaian.
"Nggak, kok! Mas masih belum punya pacar!"
Tapi dalam hatinya, Danu sedikit menyesal karena berbohong, cuma ya sudah terlanjur sulit untuk ditarik lagi.
Lagian jika pertemuan kali ini berlanjut kan bisa menjadi anugerah bagi Danu, siapa sih tak mau memiliki wanita yang cantik sebagai kekasihnya. Tapi kalau pun gagal, dia masih ada Runi yang tak tahu jika dirinya sedang bermain hati. Runi sedang ada di sana, di rumahnya sendiri.
"Apa aku harus percaya?" Putri menatap tegas.
Danu cepat mengangguk.
"Saat ini sih aku percaya, tapi kalau ternyata aku tahu Mas bohong, aku bakal marah loh!" kata Putri.