Aditya duduk di sofa tunggal sambil menatap Roy yang tertidur nyenyak di sofa panjang. Setelah bantu membersihkan wajah Roy sesuai permintaan anak itu, Aditya pun membiarkan anak yang dia tak tahu di mana rumahnya itu berjalan ke arah sofa.
Ternyata Roy meminta wajahnya dibersihkan karena mau tidur.
"Habis hujan nanti, aku harus cari tahu di mana rumah Roy," ucap Aditya pada dirinya sendiri.
"Kasihan Roy, apa keluarganya tak peduli sama dia? Sampai dia berteduh di teras rumah. Seandainya dia bertemu orang jahat, bagaimana nasibnya ya?" Aditya terus menatap Roy.
"Tapi kalau dibilang terlantar dan tak diurus keluarganya, mana mungkin ada sapu tangan terpasang di bajunya? Terus juga dia pintar meminta dibersihkan wajahnya sebelum tidur? Hmm, berarti ibunya mengurus dia dengan baik." Aditya mengangguk sendiri, merasa kalau pikirannya itu benar.
Dering ponsel Aditya kembali berbunyi. Ini sudah ketujuh kalinya.
"Putri ngapain sih nelepon aku terus? Aku kan jelek. Bapakmu yang bilang itu!" Aditya mengeluh sambil menatap layar ponsel.
Karena kesal, Aditya pun menekan tombol samping ponsel. Setelah beberapa detik tombol ditekan dengan kuat, muncul dua perintah di layar ponsel.
Aditya memilih perintah matikan perangkat. Dia pun akhirnya terbebas dari teror telepon Putri, wanita yang dia cintai. Tapi cintanya itu harus menemui pintu baja yang tebal.
Penjaga pintu baja itu Joko bapaknya Putri. Seorang pengusaha mebel yang cukup sukses, hingga dengan kekayaan yang dimilikinya bisa membuat Aditya dan ibunya pindah rumah.
Aditya sebenarnya tak mau pindah dari rumah yang dia tempati sejak kecil. Tapi masalahnya Joko mengancam ibunya, jika membicarakan dirinya terus bersama Putri, jangan salahkan kalau ada apa-apa. Kemudian muncul tawaran pindah rumah dengan syarat jangan membiarkan Putri tahu, jika sampai tahu ancaman itu akan dibuat menjadi kenyataan.
Karena takut, ibunya Aditya pun menerima tawaran dari Joko. Tawaran itu tak hanya berupa pindah rumah saja, tapi juga pindah kerjaan.
Ibunya Aditya yang bekerja di sebuah laundry dekat rumah harus berhenti, begitu juga Aditya harus berhenti dari cafe skala kecil tak jauh dari rumahnya.
Kini mereka telah pindah rumah yang telah dipersiapkan oleh Joko. Selain itu, mereka pun mendapat uang, sebenarnya ya uang mereka sendiri, bisa dibilang barter rumah. Rumah yang lama dibeli Joko dan yang baru punya Joko.
Tetapi karena rumah yang sekarang ditempati Aditya dan ibunya lebih kecil, lalu berada di dalam gang dengan jalan sempit, Joko berbaik hati memberikan kelebihan uang.
Jadi selama mereka, ibu dan anak tak bekerja masih ada simpanan.
***