Ada saat ketika rindu menjadi bahasa yang paling jujur, yang tidak membutuhkan kalimat panjang untuk menjelaskan apa yang dirasakan. Rindu berbicara dengan cara yang hanya dimengerti hati, melalui detak yang tiba-tiba melambat saat namamu terlintas, atau melalui tatapan kosong ke arah langit, seolah di sana ada jalan yang menghubungkan kita. Kepadamu, rindu bercerita bukan lewat suara, melainkan lewat hening yang penuh makna, seperti surat tanpa tinta yang hanya bisa dibaca oleh jiwa.
Rindu tidak selalu manis, ia bisa menyakitkan, bisa membuat dada terasa sesak, tetapi di saat yang sama menghadirkan harapan. Karena rindu berarti pernah ada sesuatu yang begitu berharga hingga kehilangan sementara pun mampu menimbulkan getar dalam hati. Kepadamu, rindu datang seperti tamu yang tidak pernah bosan mengetuk pintu, mengingatkan bahwa ada seseorang yang selalu menjadi tujuan, meski jarak dan waktu berusaha memisahkan.
Namun, aku tidak ingin rindu ini hanya menjadi luka. Aku ingin ia menjadi doa, menjadi jembatan tak terlihat yang menghubungkan hatiku dengan hatimu, menjadi alasan mengapa aku tetap percaya bahwa jarak hanya milik dunia, bukan milik kita.