Di kala remangmerona malam, ragajiwa menari tanpa wujud, menebarkan gema gemapadu yang memeluk ruang tanpa suara. Kita bergerak di antara lirihcakra bintang yang berkelip tak menentu, melintasi lapisan sepi yang berdenyut hangat di dada. Ada rahasia senyumbreku di setiap kerlip rembulan, mengundang hatimu untuk mendekap detik dengan lembut nan tanpa beban.
Alunan angin malam membawa nada aurangin yang terngiang di ujung telinga, seakan membisikkan puisi paling lirih berbalut teduh. Kita menapak jejak remangmerah yang menari di hamparan imaji, mencipta kisah tanpa naskah namun penuh makna. Tidak ada kerisauan, hanya syairbatin yang mengalun halus di relung sukma, mengajarkan bahwa keheningan pun dapat bicara.
Kala kita berhenti, embundantau jatuh di atas kertas sunyi, menorehkan jejakasa yang tidak pernah pudar oleh waktu. Setiap langkah raga beradu dengan bayangan, mencipta dekapintar di mana kepercayaan dan rindu berpelukan dalam satu hembusan. Tarian ini bukan sekadar goyangan nafas, melainkan pertautan jiwa yang saling menyusun harmoni tanpakata.
Dalam lenting gerak, kau menyerap hikmah dekandensi yang membelai luka, mengubahnya menjadi pelajaran setia. Ruang dan waktu seolah menyingkir agar kita bebas menenun semburatasa yang melingkupi angan. Di akhir kegelapan, sinarjiwa menyalakan rona baru, membuktikan bahwa malam justru menjadi wadah bagi cahaya paling lembut.