DI UJUNG PRAHARA

Nuraini Mufidah
Chapter #2

#1 Awal Petaka

Episode I - Rumah yang Bagai Neraka

Biasanya, selesai makan malam bersama, Ayah—Nugroho Prakoso dan Bunda—Kartika Kurniawati duduk santai nonton TV di ruang keluarga, sedang ketiga anaknya, Danang, Didit dan Dian sibuk belajar di kamarnya masing-masing, mempersiapkan semua mata pelajaran yang akan diajarkan esok hari; terlebih lagi kalau akan ada ulangan, mereka bertiga, kakak beradik itu lebih tekun lagi belajarnya. Hal itu memang selalu ditekankan oleh Ayah dan Bunda, agar dalam ulangan selalu dapat nilai yang tinggi. Di kamar masing-masing tiga kakak beradik itu memang telah disediakan pula meja untuk belajar.  

     Tapi malam ini berbeda. Usai makan bersama, sang Ayah langsung menyergah: “Kalian tadi menerima raport kenaikkan kelas, kan?” Ayah menatap ketiga anaknya yang duduk di hadapannya.

     “Benar, Yah,” kata Didit dan Dian dengan suara lantang, tapi Danang sebagai anak yang tertua dan sudah duduk di bangku kelas 2 SMP, justru bersuara lirih. Tapi hal itu tidak di sadari oleh sang Ayah.“Kalau begitu, ambil raport kalian, Ayah ingin tahu nilai rapot kalian,” kata sang Ayah lagi.

    Dengan sigap Didit dan Dian merentak ke kamarnya, tapi Danang justru dengan sikap sedikit malas. Akhirnya Dian yang lebih dulu menyerahkan rapotnya kepada Ayah yang kali ini sudah duduk santai di ruang tengah, ruang keluarga, asyik nonton TV, sedang Bunda duduk di hamparan karpet yang juga ada di ruang keluarga itu.

    “Ini Yah raport saya,” kata Dian dengan senyum ceria. “Saya ranking dua, lho.” "O ya?” dengan mata berbinar Ayah menyambuti raport anak bungsunya itu dan dengan antusias segera pula melihat nilai-nilai raport Dian. Lalu sang Ayah mengangguk-angguk senang.

    “Bagus,” katanya kemudian. “Sekarang kamu sudah naik ke kelas 5, berarti sudah semakin besar, jadi harus makin rajin belajar, biar di kelas 5 nanti Dian bisa menempati ranking pertama, ya?”

    “Iya, Yah,” angguk Dian.

    “Sekarang simpan baik-baik raportmu ini di meja belajarmu, ya?” sang Ayah kembali menyerahkan raport itu dan Dian menyambutinya, kemudian kembali dengan bergegas ia menuju ke kamarnya untuk menyimpan raport, karena ia ingin segera duduk di samping Bunda, nonton TV.

    “Kalau kamu, bagaimana Dit, raportmu bagus juga?” Ayah menatap Didit yang sudah berdiri di dekatnya “Bagus dong, Yah,’ dengan bangga Didit menyodorkan raportnya. “Saya juga rangking dua.”

Lihat selengkapnya